Suara.com - Sekumpulan komunitas Reog Ponorogo menghibur masyarakat yang tengah beraktivitas saat Car Free Day (CFD) di kawasan Bundaran HI Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Minggu (20/3/2016). Alunan gamelan mengiringi liukan topeng Reog Ponorogo asal Jawa Timur itu menyuguhkan atraksi yang memukau warga.
Warga tampak antusias dan terhibur melihat aktraksi kesenian asal Jawa Timur ini. Namun penampilan mereka tidak hanya kesenian tarian semata, komunitas ini tampil untuk mengkampanyekan agar kesenian tersebut diakui oleh dunia dan tidak mudah diklaim oleh negara lain.
"Kami di sini berharap agar Reog Ponorogo bisa diakui oleh UNESCO sebagai kesenian yang dikenal dunia. Aksi ini agar Reog tidak bisa diklaim oleh orang lain," kata wakil komunitas Reog Ponorogo, Mojeng di lokasi.
Mojeng berharap, Reog Ponorogo ini bisa dicintai oleh Rakyat Indonesia. Menurut dia atraksi reog tidak ada hubungannya dengan dunia mistik.
"Reog Ponorogo tidak ada hubungannya dengan mistis, melainkan ini bentuk kesenian yang bisa menyehatkan tubuh," ujar dia.
Dia menjelaskan Reog Ponorogo memiliki filosofi yang menggambarkan seorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab berat, namun bisa dilakukan dengan ringan.
"Reog ini melambangkan kepala singa barong yang berat dan diatasnya adalah bulu burung merak yang melambangkan kelembutan dan keindahan," ucap dia.
Dia menegaskan, bahwa Reog Ponorogo tidak ada sisi mistisnya dan murni kesenian yang dimulai dari latihan yang rutin. Menurut Mojeng, Reog Ponorogo telah mendapatkan hak cipta dari Kementerian Hukum dan HAM RI bernomor 026377 dan pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.