Suara.com - Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBali) menggelar aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (20/3/2016). Mereka menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perpres No 51/2014 yang dianggap lebih cenderung memihak kepada investor ketimbang rakyat Bali.
"Cabut perpres 51 tahun 2014 tentang wilayah konservasi yang diubah menjadi pemukiman komersil," kata Made bawayasa, juru bicara ForBali Jakarta, kepada wartawan.
Menurutnya, aksi tolak reklamasi ini sudah digelar ketiga kalinya di HI. Dikatakan Made aksi ini sebagai bentuk menolak pembangunan yang bisa merusak keasrian alam pulau bali.
"Perjuangan ini merupakan proses untuk mengembalikan bali seperti aslinya. Menjaga alam bali. Krn alam pasti memberi suartu yang lebih karena ini yang diwarisi," kata dia.
Adapun alasan mereka menolak reklamasi teluk benoa diantaranya yakni, pertama reklamasi akan merusak fungsi dan nilai konservasi kawasan serta perairan teluk benoa. Kedua, reklamasi dengan membuat pulau baru akan menimbulkan kerentanan terhadap bencana baik tsunami maupun liquafikasi atau hilangnya kekuaran laporan tanah akibat adanya faktor getaran, misalnya gempa bumi.
Reklamasi dianggap dapat merusak dan mematikan polip di kawasan sekitarnya. Reklamasi akam menyebabkan perubahan kondisi perairan, seperti salinitas, temperatur serta masukan nutrient yang terbatas dari luar teluk, termasuk menyebabkan pada perpindahan sedimen. Reklamasi teluk Benoa semakin mengancam dan memperparah abrasi pantai.
Pengambilan material untuk reklamasi di sawangan, Nusa Dua, Badung, Candi Dasa, dan Sekotong Lombok akan menyebabkan merosotnya keanekaragaman hayati di sumber material. Reklamasi adalah cara investor mendapatkan tanah dengan biaya murah di kawasan strategis pariwisata. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah hanya berpihak dan menguntungkan kepentingan investor
Alasan penolakan lainnya, pembangunan sejumlau hotel resort di kawasan sekitar bali dianggap bertentangan dengan kebijakan sementara (moratorium) Gubernur Bali. Investor dianggap hanya memberikan janji manis namun sering tidak terwujud. Mereka mengambil contoh kasus reklamasi pulau serangan yang sampai kini masih terbengkalai. Mengubah status teluk benua dari kawasan konservasi menjadi kawasan yang dapat direklamasi dianggap bertentangan dengan komitmen Inisiatif Segitiga Terumbu Karang.
Mereka menganggap pariwisata Bali bergantung kepada alam yang membentuk budaya dan spritualitasnya