Suara.com - Salah Abdeslam, salah satu tersangka utama serangan teroris Paris yang masih hidup, berhasil ditangkap oleh polisi Belgia pada Jumat (18/3/2016). Ia ditangkap di dekat ibu kota Brussels bersama seorang rekannya.
Setelah ditangkap dan diinterogasi oleh pihak berwenang Belgia, Abdeslam memberikan pengakuan mengejutkan pada Sabtu (19/3/2016). Abdeslam bercerita, ketika serangan pada 13 November 2015 yang menewaskan lebih dari 120 orang itu berlangsung, dia seharusnya turut meledakan diri di stadion Stade de France.
Akan tetapi Abdeslam berubah pikiran dan memutuskan untuk tak meledakan diri di stadion yang ketika itu sedang menjadi tuan rumah pertandingan persahabatan antara Prancis dan Jerman. Presiden Prancis, Francois Hollande, berada di dalam stadion, ikut menyaksikan laga itu.
"Salah Abdeslam hari ini dalam pemeriksaan oleh penyidiki mengakui bahwa, yang saya kutip 'ia ingin meledakan diri di Stade de France dan bahwa ia memutuskan untuk membatalkannya'," kata jaksa Francois Molins dalam sebuah jumpa pers.
Pada hari nahas itu di sekitar Stade de France, stadion sepak bola terbesar di Prancis, terjadi tiga ledakan bom bunuh diri. Empat orang tewas dalam aksi itu, termasuk tiga pelaku peledakan.
Molins mengatakan bahwa Abdeslam memainkan peran penting dalam mempersiapkan serangakaian serangan bersenjata dan pemboman dalam tragedi yang memakan korban 130 nyawa itu.
Ia mengatakan bahwa Abdeslam melakukan perjalanan keliling Eropa pada bulan Juli, September, Oktober, dan November untuk mengantar para pelaku serangan, membeli detonator, dan air beroksigen yang digunakan dalam perakitan bom.
Meski demikian Molins mewanti-wanti agar pengakuan awal Abdeslam itu tak ditelan mentah-mentah.
"Pernyataan pertamanya ini harus kita respon dengan hati-hati, karena banyak pertanyaan yang harus dijawab Abdeslam, khususnya tentang keberadaannya di distrik 18 Paris pada pukul 10 malam di tanggal 13 November itu," beber Molins.
"Ia juga harus menjelaskan mengapa ia memutuskan membuang sabuk bom bunuh dirinya," imbuh Molins.
Adapun serangan di Paris pada 13 November itu diklaim oleh kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dalam pengakuannya ISIS menyebut semua lokasi serangan dengan detil, termasuk mencantumkan distrik 18, meski tak ada serangan yang terjadi lokasi itu.
Prancis sendiri telah meminta Belgia untuk segera mengekstradisi Abdeslam. Akan tetapi Molins mengatakan bahwa pemuda 26 tahun berdarah Maroko itu sudah mengajukan penolakan atas permintaan Paris, dan Belgia butuh setidaknya tiga bulan untuk memuluskan proses pengiriman Abdeslam ke Prancis. (Reuters)