Suara.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu Sulawesi Tengah, meminta masyarakat di daerah tersebut untuk memberikan perhatian penuh kepada anak dalam lingkungan keluarga, guna terhindar dari lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Ketua MUI Kota Palu, Prof. Dr. Zainal Abidin M.Ag, Selasa (15/3/2016) menyatakan orang tua harus mengetahui pergaulan dan keseharian anak dalam rangka mengikuti perkembangan anak sebagai bentuk tanggung jawab pembinaan terhadap keluarga.
"Saya kira menangkal tumbuhnya lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di kalangan masyarakat, perlu dibangun dari keluarga untuk memerangi hal tersebut," ungkap Prof. Zainal Abidin.
Pakar Pemikiran Islam Modern itu menyebut orang tua menjadi pihak yang paling dekat untuk memantau dan membina anak sebagai generasi muda yang diharapkan tidak termasuk sebagai LGBT.
Bahkan, sebut dia, orang tua memiliki peran yang sangat strategis dalam membendung hal itu. Dimana, sebagai pihak yang paling dekat, orang tua dapat memahami dan mengetahui psikologi anaknya sehingga merekalah yang paling mengetahui cara mendekati dan membina anaknya.
Dengan demikian, sebut dia, orang tua dapat mencegah pergaulan anak yang menjurus ke rana negatif, serta mencegah terjadinya biseksual dan transgender serta gay dengan model penanganan tertentu yang dilaksanakan oleh orang tua.
"Orang memiliki peran yang sangat strategis dalam menjaga kemungkinan hal - hal terburuk, yang kemungkinan terjadi pada anak. Hal itu dapat dilakukan oleh orang tua jika orang tua mengetahui pergaulan dan keseharian anak," sebutnya.
Ia menyebut, dalam model pembinaan keluarga, orang tua dapat mengajak dan mengajarkan anak lewat pendekatan agama, misalkan mengajak anak mengaji dan shalat yang terus dibiasakan setiap hari.
Namun, harus harus di dukung dengan seringnya orang tua melihat langsung kondisi anak, serta berkomunikasi dengan anak di setiap waktu agar tidak terjadi diskoneksi antara anak dan orang tua.
"Terkadang pembinaan kepada anak tidak dapat dilakukan, disebabkan tidak seringnya bertemu antara orang tua dan anak, bahkan tidak seringnya orang tua berkomunikasi dengan anak membuat, anak mengambil keputusan sendiri yang kemungkinan berdampak negatif pada anak itu sendiri," katanya. (Antara)