Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PPP Arwani Thomafi menyatakan tidak setuju pengurangan pegawai negeri sipil dalam wacana rasionalisasi yang digulirkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
"Rasionalisasi jika dimaksudkan untuk menata ke depannya itu bagus. Tapi kalau harus memecat PNS yang ada sekarang ini tentu kurang tepat," ujar Arwani dihubungi di Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Arwani mengatakan rasionalisasi dapat diterima jika hanya bertujuan memetakan kondisi PNS saat ini, untuk selanjutnya dilakukan pembinaan bagi PNS yang kinerjanya kurang baik.
Menurut dia, pemerintah harus mampu memberdayakan aparatur sipil yang sudah ada saat ini.
"Pemerintah tidak bisa hanya melihat kepentingan perampingan struktur saja, tetapi juga harus mampu memberdayakan ASN yang sudah ada sekarang ini," jelas dia.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy menilai secara umum wacana rasionalisasi pegawai negeri sipil yang tengah digulirkan pemerintah tidak sesuai dengan agenda reformasi birokrasi yang mendambakan adanya peningkatan kapasitas aparatur sipil negara (ASN).
"Rasionalisasi tidak sesuai agenda reformasi birokrasi, karena secara indeks perbandingan jumlah penduduk dengan ASN masih dibawah negara lain. Seharusnya fokus di peningkatan kapasitas dan kualitas," ujar Lukman Edy.
Lukman mengingatkan, Komisi II DPR RI melalui rapat kerja Senin (7/3/2016) menyepakati membentuk panja reformasi birokrasi, yang tujuannya ingin mengawasi lebih ketat agenda reformasi birokrasi.
Menurut dia, saat ini sejumlah kebijakan terkait reformasi birokrasi terlampau sporadis sehingga menyebabkan gaduh berkepanjangan di kalangan ASN.
Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian PANRB mewacanakan rasionalisasi PNS untuk memetakan kondisi dan kompetensi PNS di seluruh Indonesia. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah juga berencana mengurangi jumlah PNS untuk menekan belanja pegawai.
Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi mengatakan salah satu alasan rasionalisasi PNS dilakukan lantaran banyaknya kabupaten/kota yang alokasi belanja pegawainya lebih dari 50 persen anggaran APBD. (Antara)