Suara.com - Keberhasilan Praveen Jordan/Debby Susanto menjuarai All England Super Series Premier 2016 jadi sesuatu yang di luar dugaan banyak pihak. Pasalnya, ganda campuran Indonesia ini tak ditargetkan juara dari Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI).
Dalam edisi ke-117 All England ini, PP PBSI menargetkan dua gelar yang disematkan kepada Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di ganda putra dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di ganda campuran. Sayang, target tersebut gagal diwujudkan kedua pasangan itu.
Hendra/Ahsan tersingkir di babak kedua dari wakil Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong, 15-21, 21-15, 17-21. Sementara, Tontowi/Liliyana disingkirkan pasangan tuan rumah, Chris Adcock/Gabrielle Adcock, 18-21, 16-21.
Praveen/Debby yang diunggulkan di tempat kedelapan di partai final, Minggu (13/3/2016), sukses kandaskan perlawanan unggulan kelima asal Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen, 21-12, 21-17.
Sukses Praveen/Debby di All England bukanlah jadi ganda campuran Indonesia pertama yang menjuarai turnamen bulutangkis tertua di dunia tersebut. Tercatat, peringkat delapan dunia itu jadi ganda campuran Indonesia ketiga yang menjuarai ajang ini.
Pasangan Indonesia pertama yang menjuarainya adalah Christian Hadinata/Imelda Wiguna di tahun 1979. Indonesia harus menunggu 33 tahun kemudian untuk melihat ganda campurannya yang lain memenangi turnamen ini.
Adalah Tontowi/Liliyana yang memutus 'puasa' gelar di tahun 2012. Bahkan, Tontowi/Liliyana mencetak hattrick beruntun dan menjadi ganda campuran Indonesia yang paling banyak meraih sukses di turnamen yang tahun ini menyediakan hadiah total 550 ribu dolar AS (sekitar Rp7,1 miliar).
Sementara itu, Rudy Hartono jadi pebulutangkis Indonesia yang paling banyak meraih gelar di All England. Total, Rudy meraih delapan gelar dari tahun 1968-1974, dan 1976.