Suara.com - Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan selalu menempari indeks kebebasan sipil yang sangat rendah. Provinsi itu juga mempunyai indeks kebebasan berkeyakinan penduduknya yang juga rendah.
Hasil kajian itu berasal dari survei Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang dilakukan badan PBB, United Nations Development Programme. Indikator yang digunakan UNDP dalam mensurvei IDI menggunakan 3 aspek. Yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi.
Perwakilan UNDP Indonesia, Fajar Nursahid menjelaskan hasil surveinya itu diambil dari pemberitaan di media massa lokal soal isu minoritas. Studi yang dilakukan dalam survei tidak mendalam.
Fajar memaparkan tren indeks demokrasi Indonesia dalam kurun waktu 2009-2014 tergolong sedang. Angka rata-ratanya berkisar di 70. Hanya saja dari ketiga aspek dalam survel, indeks hak-hak politik warga negara sangat rendah.
Dalam kurun waktu 2009-2014 itu, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan menjadi provinsi langganan yang mempunyai nilai IDI rendah. Mereka silih berganti di peringkat 1, 2, dan 3 terendah.
"Di Sumatera Barat banyak perda-perda diskriminatif. Memberlakukan wajib pakai kerudung, sementara hak sipil tidak bisa dipaksa-paksa," kata Fajar dalam diksusi 'Peran Media dalam Wacana Publik atas Diskriminasi dan Pelanggaran Hak-hak Kelompok Minoritas' di Bumbu Desa, Jakarta, Minggu (13/3/2016).
UNDP mencatat di Sumbar terdapat 17 peraturan daerah yang diskriminasi. Sementara di NTB ada 16 perda diskriminatif, termasuk larangan Ahmadiyah berkegiatan. Selain itu di Kalimantan Selatan ada 14 perda diskriminatif.