Suara.com - Seruan atau kesepakatan terkait "pemboikotan" produk-produk Israel yang antara lain disampaikan sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jakarta, Senin (7/3/2016) lalu, telah mengundang banyak reaksi. Rata-rata menyuarakan dukungan, meskipun justru ada banyak juga keraguan dan simpang-siur pemahaman.
Sehubungan dengan itu, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI pun menyampaikan penjelasan resmi mengenai hal tersebut. Kemenlu yang bisa dikatakan sebagai pihak inti dalam penyelenggaraan KTT OKI tersebut, antara lain menyebut bahwa seruan ini pada dasarnya memperkuat posisi bersama OKI yang sudah ada sebelumnya.
"Butir 16 pada Deklarasi Jakarta hasil KTT Luar Biasa OKI di Jakarta tanggal 6-7 Maret 2016, menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mendukung boikot terhadap produk-produk yang dihasilkan di dalam atau oleh wilayah pemukiman ilegal Israel," jelas pihak Kemenlu, melalui siaran persnya yang dikirim Selasa (8/3) malam.
"Seruan kepada masyarakat internasional ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi bersama OKI, dari sejak KTT OKI di Mekkah (1981) dan terakhir KTM ke-42 OKI di Kuwait (2015)," sambung pernyataan tersebut.
"Seruan ini tidak saja merupakan posisi OKI, tapi juga negara-negara Gerakan Non-Blok (GNB) dan Organisasi Liga Arab. GNB menyatakan seruan ini antara lain dalam berbagai hasil pertemuan GNB seperti Deklarasi Palestina KTM GNB di Durban (2004), Deklarasi Palestina KTT GNB di Sharm El Sheikh (2009), maupun Deklarasi Komite Palestina KTM di Algiers (2014)," tambah pihak Kemenlu.
"Pada tahun 2015, Uni Eropa juga telah mengesahkan sebuah Guideline yang mengharuskan produk yang berasal dari wilayah pendudukan Israel diberikan label 'Israeli settlement', misalnya 'products from the West Bank (Israeli settlement),'" jelas keterangan itu lagi.