Usai diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus yang menjerat Andri Tristianto Sutrisna, Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung, Nurhadi, marah karena mendengar pertanyaan wartawan.
Satu pertanyaan yang membuat Nurhadi terlihat naik darah adalah soal apakah dia ikut menerima uang atau dalam kasus tersebut.
"Hati-hati kalau bertanya ya, saya tidak menerima uang, clear itu," kata Nurhadi sesaat sebelum masuk ke dalam mobil yang akan membawanya meninggalkan gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2016).
Andri menegaskan bahwa dia tidak tahu kasus suap untuk menunda pemberian salinan putusan kasasi terhadap terpidana Ichsan Suaidi.
"Tidak tahu sama sekali. Tidak ada hubungannya," kata Nurhadi.
Dia menjelaskan kehadirannya ke gedung KPK hari ini untuk menjelaskan fungsi dan tugasnya di Mahkamah Agung.
Di ruang pemeriksaan tadi, katanya, dia ditanya penyidik mengenai gaji yang diterima Andri tiap bulan. Gaji Andri per bulan Rp17.500.000, termasuk uang makan. Adapun gaji pokoknya Rp5 juta, tambah lagi uang tunjangan Rp12 juta plus uang makan Rp500 ribu.
Seperti diketahui, tim Satgas KPK menangkap Andri bersama Direktur Utama PT. Gading Asritama, Ichsan Suaidi, dan pengacara bernama Awang Lazuari Embat setelah bertransaksi suap pada Jumat (12/2/2016) lalu. Pemberian uang dimaksudkan agar Andri menunda memberikan salinan putusan kasasi sehingga eksekusi terhadap diri Ichsan molor.
Dalam putusan kasasi MA, Ichsan divonis pidana lima tahun penjara dan membayar denda Rp200 juta subsidair enam bulan penjara serta dikenakan uang pengganti sebesar Rp4,46 miliar subsidair satu tahun penjara atas kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur.
Setelah pemeriksaan intensif, KPK menetapkan Ichsan dan Awang menjadi tersangka pemberi suap dan dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Sementara Andri ditetapkan menjadi tersangka penerima suap dan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Satu pertanyaan yang membuat Nurhadi terlihat naik darah adalah soal apakah dia ikut menerima uang atau dalam kasus tersebut.
"Hati-hati kalau bertanya ya, saya tidak menerima uang, clear itu," kata Nurhadi sesaat sebelum masuk ke dalam mobil yang akan membawanya meninggalkan gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2016).
Andri menegaskan bahwa dia tidak tahu kasus suap untuk menunda pemberian salinan putusan kasasi terhadap terpidana Ichsan Suaidi.
"Tidak tahu sama sekali. Tidak ada hubungannya," kata Nurhadi.
Dia menjelaskan kehadirannya ke gedung KPK hari ini untuk menjelaskan fungsi dan tugasnya di Mahkamah Agung.
Di ruang pemeriksaan tadi, katanya, dia ditanya penyidik mengenai gaji yang diterima Andri tiap bulan. Gaji Andri per bulan Rp17.500.000, termasuk uang makan. Adapun gaji pokoknya Rp5 juta, tambah lagi uang tunjangan Rp12 juta plus uang makan Rp500 ribu.
Seperti diketahui, tim Satgas KPK menangkap Andri bersama Direktur Utama PT. Gading Asritama, Ichsan Suaidi, dan pengacara bernama Awang Lazuari Embat setelah bertransaksi suap pada Jumat (12/2/2016) lalu. Pemberian uang dimaksudkan agar Andri menunda memberikan salinan putusan kasasi sehingga eksekusi terhadap diri Ichsan molor.
Dalam putusan kasasi MA, Ichsan divonis pidana lima tahun penjara dan membayar denda Rp200 juta subsidair enam bulan penjara serta dikenakan uang pengganti sebesar Rp4,46 miliar subsidair satu tahun penjara atas kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur.
Setelah pemeriksaan intensif, KPK menetapkan Ichsan dan Awang menjadi tersangka pemberi suap dan dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Sementara Andri ditetapkan menjadi tersangka penerima suap dan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.