Sebatang Kara, Remaja Lelaki Pengungsi Jadi Korban Pelecehan Seks

Ruben Setiawan Suara.Com
Sabtu, 05 Maret 2016 | 14:07 WIB
Sebatang Kara, Remaja Lelaki Pengungsi Jadi Korban Pelecehan Seks
Situasi kamp pengungsi di Calais, Prancis. (Reuters)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ada kabar mengejutkan seputar nasib pengungsi timur tengah di daratan Eropa. Menurut relawan kemanusiaan, ada sejumlah remaja lelaki yang jadi korban pelecehan seksual di Hutan Calais, Prancis.

Sebagai informasi, Hutan Calais atau Calais Jungle adalah sebutan bagi kamp imigran dan pengungsi yang terletak di kawasan Calais, Prancis. Kekhawatiran akan kurangnya perlindungan terhadap anak di pengungsian akhirnya terbukti dengan adanya kasus ini.

Relawan kemanusiaan yang bekerja di kamp tersebut, kepada Independent mengaku bahwa saat ini mereka telah merawat tujuh remaja lelaki berusia 14 hingga 16 tahun dalam kurun waktu enam bulan terakhir. Para remaja lelaki tersebut mengklaim jadi korban pemerkosaan. Klaim mereka dapat dibuktikan dengan luka-luka yang mereka alami.

Malahan, empat diantaranya membutuhkan operasi bedah. Namun, hanya satu yang dirawat di rumah sakit. Lainnya menolak menjalani perawatan di rumah sakit karena malu atau takut diancam pelaku.

Kepada Independent, seorang dokter yang terdaftar sebagai anggota General Medical Council (GMC) juga membenarkan soal insiden tersebut.

Badan penegak hukum Uni Eropa, Europol, juga mengungkapkan kekhawatirannya akan nasib pengungsi anak dan remaja di seluruh Eropa. Pasalnya, mereka rentan jadi korban eksploitasi seks.

Pada bulan Januari lalu, seorang perwakilan senior Europol memperkirakan bahwa sekitar 10.000 pengungsi anak yang sebatang kara dilaporkan hilang di Eropa.

Para relawan di kamp Calais mengeluhkan soal tidak adanya prosedur pelaporan kasus pelecehan seksual di kamp tersebut. Mereka mengatakan, penolakan Pemerintah Prancis untuk mengkategorikan kamp tersebut sebagai krisis kemanusiaan menjadi masalah tersendiri bagi perlindungan anak.

"Jika saya membawa salah satu korban lelaki ini kepada polisi dan saya mengatakan 'saya petugas medis dan saya tahu anak ini dilecehkan secara seksual', saya jamin mereka hanya akan menggerakkan bahu dan melanjutkan obrolan mereka," keluh seorang relawan.

"Bocah-bocah ini meninggalkan rumah mereka dan para orangtua mereka mengira mereka aman dan mendapat kehidupan yang lebih baik, menghindari kekerasan dan mereka malah jadi korban pemerkosaan di kamp pengungsi. Fakta bahwa ini terjadi di Eropa  membuatnya jadi tidak bisa diterima," sambungnya.

Para relawan mengaku sudah meneruskan laporan tersebut kepada Medecins Sans Frontieres, organisasi terbesar yang mengelola kamp tersebut.

Sebagian besar badan kemanusiaan sudah pergi dari kamp Calais. Sementara itu, Badan PBB yang menangani Pengungsi (UNHCR) baru mau turun tangan apabila kamp tersebut belum dinyatakan sebagai zona krisis kemanusiaan atau diminta oleh pemerintah Prancis.

"Kami tahu bahwa anak-anak yang sebatang kara, yang mana berjumlah lebih dari 400 orang di kamp ini dan puluhan ribu di seluruh Eropa, adalah yang paling rentan dari yang rentan. Mereka bepergian sejauh ratusan kilometer tanpa perlindungan orang dewasa maupun keluarga," kata juru bicara badan kemanusiaan Save the Children.

"Mereka mengalami eksploitasi dalam beragam bentuk, termasuk eksploitasi seksual, yang kerap kali dilakukan kelompok kriminal. Save the Children telah melihat kasus tersebut di Italia, Yunani, dan Calais," sambungnya.

"Banyak anak-anak di Calais yang mempunyai keluarga di Britania Raya dan punya hak suaka, namun prosesnya sangat kompleks dan butuh waktu bertahun-tahun.. Sementara mereka hidup di situasi berbahaya padahal mereka bisa hidup aman di Britania Raya," pungkasnya. (Independent)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI