Suara.com - Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari mengatakan, ada dua kategori terkait perdebatan atau kegaduhan politik yang terjadi di pemerintahan Indonesia, yakni perdebatan yang bermutu dan perdebatan tidak bermutu. Hal ini disampaikannya terkait perseteruan dua pembantu Presiden yakni Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said, soal Blok Masela.
Adapun perdebatan yang bermutu, menurut Qodari, contohnya adalah perdebatan mengenai pembangunan gas alam cair abadi di Blok Masela dengan menggunakan skema kilang di darat (onshore) atau di laut (offshore). Demikian juga perdebatan soal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Menurut Qodari, perdebatan kedua pembantu Presiden terkait hal itu dalam hal ini bertujuan untuk pembangunan Indonesia.
"Kalau ribut soal Blok Masela dan juga Freeport, ini perlu, karena kaitannya (dengan) biaya operasional yang di dalamnya ada uang negara," ujar Qodari, dalam diskusi bertema "Menteri Ribut Bikin Ribet", di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (5/3/2016).
Qodari menambahkan bahwa perdebatan tersebut bisa dikatakan memiliki unsur yang memiliki manfaat. "Perdebatan tersebut memiliki unsur kemanfaatan. Saya pikir ini perlu sekali. Ini 'gaduh' yang positif, agar media dan publik paham titik mana yang penting," tuturnya.
Sedangkan untuk perdebatan atau kegaduhan yang tidak bermutu, Qodari mencontohkan soal Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung yang menyindir Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PPDT) yang menyatakan kekesalannya terhadap Garuda karena ketinggalan pesawat dan terjebak delay.
"Kalau ribut yang (soal) menteri ketinggalan pesawat, maka menteri yang lain jangan ikut marah-marah. Nggak perlu ikut nyindir-nyindir. Itu perdebatan yang enggak mutu," ungkapnya.
Dalam diskusi ini, turut hadir antara lain Wakil Ketua DPR, Fadli Zon; anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Dwi Ria Latifa; Ketua Umum DPP Projo, Budi Arie Setiadi; serta Adhie M Masardi selaku Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB).