Suara.com - Puluhan perempuan Bangladesh dilaporkan jadi korban perdagangan manusia dan dipaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau pekerja seks di negara-negara Timur Tengah. Awalnya, mereka bersedia berangkat ke Timur Tengah lantaran diiming-imingi pekerjaan dengan upah tinggi.
Laporan tersebut dikeluarkan oleh Kepala Batalion Aksi Cepat (RAB), pasukan khusus dari kepolisian Bangladesh, Komandan Khadaker Golam Sarowar. Khadaker mengatakan, timnya menemukan 45 kasus perempuan yang menjadi korban eksploitasi, penganiayaan, penyiksaan, atau pemerkosaan di Suriah, tahun lalu.
"Semua berawal dari seorang perempuan bernama Shahinoor yang berhasil kabur dari orang-orang yang menyekapnya di Suriah. Ia berhasil menghubungi ibunya yang kemudian melaporkan kepada kami," kata Khadaker kepada Reuters, Senin (29/1/2016).
Shahinoor, kata Khadaker, awalnya akan dibawa ke Lebanon. Namun, bersama lima perempuan lainnya, ia dibawa ke Dubai (Uni Emirat Arab), lalu ke Suriah di mana ia dijual ke beberapa orang yang berbeda, terkadang bekerja sebagai pembantu, terkadang sebagai budak seks. Khadaker mengatakan, menurut pengakuan Shahinoor, masih ada beberapa perempuan lain yang bernasib sama sepertinya.
BACA JUGA:
Istri Pejabat Kemenpora Jadi Korban Pengeroyokan Usai Acara ILC
Khadaker mengatakan, saat ditemukan perempuan berusia 34 tahun tersebut dalam kondisi sakit dan tidak mampu bergerak. Katanya, pejabat Bangladesh yang berada di Suriah menerbangkan ia ke Dhaka untuk menjalani perawatan sakit ginjal yang ia derita.
Organisasi Imigrasi Internasional (IOM) memperkirakan, ada lebih dari 8 juta warga negara Bangladesh yang bekerja di luar negeri. Sebagian besarnya bekerja di negara-negara di Teluk Arab, Singapura, serta negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan lainnya.
Banyak yang memang bekerja di luar negeri atas keinginan mereka sendiri. Namun, pada akhirnya sebagian kerap mengalami situasi buruk, di mana mereka bekerja tanpa dibayar. Pasalnya, gaji mereka dipakai untuk menutupi ongkos jasa perekrutan yang seharusnya mereka bayar sebelum mulai bekerja.
Pekerja perempuan mengalami nasib yang lebih buruk. Sebagian besar dari mereka menjalani pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di negara-negara kawasan Arab. Tak jarang, mereka mengalami pelecehan.
Suriah, kata Khadaker, menjadi salah satu negara tujuan baru bagi para pelaku perdagangan manusia. Mereka menggunakan biro-biro perekrutan tenaga kerja yang ada di Bangladesh untuk membawa para calon tenaga kerja ke Yordania dan Lebanon. Kedua negara tersebut memang negara tujuan yang dilegalkan oleh Bangladesh.
Namun, oleh mereka, para tenaga kerja ini kemudian diberangkatkan ke Suriah. Di negara yang tengah dilanda konflik tersebut, para tenaga kerja diperdagangkan layaknya budak dari satu majikan ke majikan lainnya.
Polisi sudah menangkap delapan orang di Bangladesh yang terlibat dalam kasus ini. Sebagian besar tersangka adalah pemilik usaha dan karyawan perusahaan perekrutan tenaga kerja. Polisi tidak tebang pilih, mereka tetap menangkap siapapun yang terlibat, kendati ada diantara para tersangka yang tidak sadar bahwa mereka terlibat dalam jaringan perdagangan manusia internasional. Polisi belum merilis maupun menangkap para tersangka yang beroperasi di Suriah, Lebanon, dan Yordania.
Khadaker mengatakan, sebagian besar korban adalah perempuan yang berasal dari desa-desa terpencil di Bangladesh. Agar bisa direkrut mereka diwajibkan membayar jasa perekrutan sebesar 30.000 Taka atau setara Rp5 juta untuk kontrak kerja setahun dengan gaji bulanan 200 Dolar atau setara Rp2,6 juta.
"Mereka adalah perempuan tak berpendidikan, tak berdosa, yang datang dari desa-desa. Mereka tidak tahu apapun tentang Suriah dan apa yang sedang terjadi di sana. Mereka pikir mereka akan pergi ke Lebanon atau Yordania untuk mendapat kehidupan yang lebih baik," pungkas Khadaker. (Reuters)
BERITA MENARIK LAINNYA:
Ini Kata Ahok Setelah Kalijodo Berhasil Ditutup
Ini yang Dipikirkan Perempuan Saat Bercinta