Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengirim penyidik ke Cina untuk mendalami perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) tahun 2010 di PT Pelindo II.
"Untuk menetapkan orang menjadi tersangka, harus yakin dulu. Masih ada pengumpulan bukti-bukti yang lain. Penyidik juga berangkat ke Cina dulu," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di gedung KPK Jakarta, Senin (29/2/2016) seperti dikuti Antara.
KPK sebelumnya mengatakan pernah mengirim penyidiknya mengunjungi HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.), perusahaan Cina yang memasok QCC bagi Pelindo II pada 2010.
"Sekarang penyidik berangkat lagi, jadi ini masih panjang. BPKP harus ada dulu, unsur kerugian negara terpenuhi, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan meski ada kerugian negara belum tentu tindak pidana korupsi," tambah Basaria.
Dalam perkara ini, KPK menyangkakan RJ Lino melakukan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu.
RJ Lino diduga melakukan perbuatan menyalahgunakan hukum dan kewenangan dan atau kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pada 15 Desember 2015 lalu, KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan 3 unit QCC dengan cara menunjuk langsung HDHM sebagai penyedia barang.
KPK memeriksa RJ Lino pada 5 Februari 2016 lalu sebagai tersangka namun belum menahan Lino.
Pengacara Lino, Maqdir Ismail usai pemeriksaan mengaku bahwa Lino hanya menjelaskan mengenai dasar hukum pemesanan QCC yang dinilai sudah sesuai dengan kewenangan Lino.
"Bagaimana pun juga mengenai pengadaan terhadap hal-hal seperti ini adalah kewajiban dari direktur utama untuk bertanggung jawab kepada pemegang saham. Penunjukkan langsung itu diperkenankan oleh aturan, tidak ada yang salah dengan penunjukkan langsung. Aturan di Pelindo ada, kemudian di Perpres pun ada, saya kira tidak ada masalah soal itu," kata Maqdir ketika menemani Lino saat diperiksa KPK.
Alat yang dibeli itu sudah dipesan sejak 2007 namun sejak tahun 2007 proses lelang selalu gagal hingga akhirnya dia mengambil kebijakan untuk melakukan penunjukan langsung.