Suara.com - Festival Belok Kiri yang sedianya digelar di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/2/2016) gagal terselenggara.
"Permintaan pembatalan, dengan alasan aturan izin keramaian dan ancaman pembubaran dari kelompok tertentu merupakan dalih yang dikemukakan oleh pihak Kepolisian. Otoritas adminstrasi TIM pun tidak memberikan alasan yang masuk akal, selain izin yang belum kami dapatkan dari kepolisian," kata Sekretaris Jenderal komite Belok Kiri Fest Indraswari Agnes melalui pernyataan tertulis yang diterima Suara.com.
Ancaman dan pelarangan serupa ini, katanya, bukan pertama kali terjadi. Berbagai acara serupa semakin mentradisi dan menjadi kebiasaan.
Panitia acara menyesalkan sikap kepolisian dan otoritas TIM.
Mereka dinilai tidak proposional ketimbang menjalankan mandat sebagai pengelola suatu lembaga yang seharusnya menjamin hak-hak setiap orang untuk berkesenian dan mengekspresikan serta berpartispasi dalam urusan pendidikan dan kebudayaan.
"Inilah wajah paling menyedihkan dari para birokrat kesenian. Kami, seperti suri teladan para pendiri Republik tercinta ini, tidak akan pernah menyerah dan terus berjuang untuk merebut kembali hak-hak dan kemerdekaan yang telah dirampas oleh otoritarianisme Orde Baru selama 32 tahun dan yang kini hendak direnggut kembali," katanya.
Festival Belok Kiri adalah kerja kreatif kebudayaan dan intelektual yang digarap secara kolektif oleh kalangan muda negeri ini. Kerja ini adalah perayaan atas perjalanan sejarah gemilang bangsa Indonesia, sejak kebangkitan semangat kebangsaan hingga perjuangan kemerdekaan melawan kolonialisme yang terjadi lebih dari tujuh dekade silam.
Namun, setengah abad yang lalu, cita-cita dan semangat emansipasi sosial para pendiri Republik dinilai telah dirusak rezim Orde Baru.
Dikatakan, sejarah gemilang perjuangan kemerdekaan Indonesia dan penghancuran terhadap semangat dan cita-cita para pendiri Republik dua dekade adalah intisari dari buku “Sejarah Gerakan Kiri di Indonesia untuk Pemula.”
Mulai akhir pekan ini, panitia merencanakan peluncuran buku yang disusul serangkaian acara pameran, diskusi, lokakarya, dan pertukaran pengalaman dan gagasan-gagasan kiri. Karya kolektif tersebut dipersembahkan kepada rakyat Indonesia, kepada kaum muda yang mengemban cita-cita, dan menjadi tumpuan harapan masa depan Indonesia.
Untuk itulah, panitia memilih TIM, salah satu wahana pendidikan, ekspresi seni dan budaya yang terhormat dan tertua di Jakarta sebagai lokasi penyelenggaraan festival.
"Taman Ismail Marzuki kami andaikan sebagai tempat yang bisa mempertemukan mereka-mereka yang punya pikiran dan semangat untuk membangun Indonesia ke depan yang lebih baik," katanya.
Akan tetapi menjelang acara dibuka, panitia tidak diizinkan otoritas TIM dan kepolisian sehingga acara terpaksa dibatalkan.
Acara tersebut tadinya akan digelar hingga 5 Maret 2015.