AS Tekan Cina Hentikan Aksi Militer di Laut Cina Selatan

Adhitya Himawan Suara.Com
Sabtu, 27 Februari 2016 | 13:39 WIB
AS Tekan Cina Hentikan Aksi Militer di Laut Cina Selatan
Foto intelijen Angkatan Laut AS menunjukkan kapal-kapal Cina sedang bekerja membangun pulau buatan di Laut Cina Selatan, yang masih disengketakan (Reuters/US Navy).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Amerika Serikat menekan Presiden Cina Xi Jinping pada Jumat (Sabtu WIB 27/2/2016) untuk memperluas janji bebas-militerisasinya terhadap seluruh Laut Cina Selatan, meskipun ada kegiatan militer Beijing baru-baru ini di wilayah itu.

Direktur senior untuk urusan Asia di Dewan Keamanan Nasional Daniel Kritenbrink berbicara di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara karena Cina menempatkan peluru kendali permukaan-ke-udara, peralatan radar, bom udara dan pesawat tempur di sebuah pulau kecil di kawasan Laut Cina Selatan.

Selama kunjungan kenegaraan pada September, Presiden Xi menegaskan bahwa "Tiongkok tidak berniat untuk melanjutkan militerisasi" dalam rangkaian Kepulauan Spratly, yang disebut Nansha dalam bahasa Cina.

Pulau-pulau itu diklaim sebagian atau keseluruhan oleh Brunei, Cina, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

"Kami pikir itu akan baik jika janji bebas militerisasi itu, jika dia (Xi) memperluas janji itu di seluruh Laut Cina Selatan," kata Kritenbrink kepada sebuah forum di Pusat Studi Strategis dan Internasional.

"Kita akan mendorong teman-teman Cina dan negara-negara lain di kawasan itu untuk menahan diri melakukan tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan." Tiongkok mengklaim hampir seluruh kawasan itu, tempat yang dilalui sepertiga minyak dunia. Sementara beberapa negara pesisir lainnya telah bersaing mengklaim wilayah itu, seperti halnya Taiwan.

"Ini adalah jalur perairan yang sangat penting karena dilewati banyak arus perdagangan internasional," ujar Kritenbrink.

"Kami khawatir Tiongkok telah melakukan sejumlah langkah sepihak selama beberapa tahun terakhir, yang kami pikir dapat meningkatkan ketegangan dan menganggu kestabilan di wilayah itu." Negara terbesar di Asia itu menggunakan kapal keruk untuk mengubah terumbu dan dataran rendah menjadi daratan yang lebih luas untuk landasan terbang dan kegunaan militer lain untuk mendukung klaim kedaulatannya.

Awal pekan ini, pemimpin Komando Pasifik Amerika Serikat (AS) Laksamana Harry Harris memperingatkan Tiongkok mengubah "tata ruang operasional di wilayah itu." Dia telah meminta lebih banyak terbang di atas kawasan itu dan patroli.

"Perang singkat dengan Amerika Serikat, Tiongkok akan menggunakan kekuasaan de facto atas Laut Tiongkok Selatan," tutur Harris.

Kritenbrink juga mendesak Tiongkok untuk menghormati keputusan pengadilan internasional pada akhir tahun ini terkait sengketa Manila dengan Beijing atas klaim wilayah di Laut Tiongkok Selatan.

Kritenbrink memperkirakan putusan mendatang dari Pengadilan Tetap Arbitrase menjadi "sangat penting" karena akan menandai hasil dari proses yang memungkinkan negara-negara untuk menggunakan sarana hukum damai untuk menyelesaikan persengketaan.

Tiongkok tidak mengakui otoritas pengadilan yang bermarkas di Den Haag, Belanda, tapi telah menyetujui Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang menjadi pusat kasus.

"Ketika putusan itu keluar, maka akan mengikat kedua pihak." "Itu akan menjadi momen penting yang kita semua di wilayah ini harus perhatikan," kata Kritenbrink.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI