Suara.com - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi menginstruksikan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga membuat aturan tertulis mengenai larangan membawa ponsel bagi pelajar SMA/Madrasah guna menangkal masuknya paham radikalisme dan terorisme.
"Segera Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) NTB membuat aturan tertulis melarang siswa SMA/Madrasah membawa ponsel ke sekolah guna menangkal penyalahgunaan dalam mengakses berita-berita terkait paham radikalisme dan terorisme," kata Zainul.
Instruksi itu disampaikan Zainul ketika menerima Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (BakesbangPoldagri) NTB, dan Kepala Dinas Dikpora NTB H Rosiady Sayuti di Mataram, Jumat (26/2/2016).
Selain Dikpora, gubernur juga menginstruksikan FKPT dan pihak terkait untuk menutup jalur-jalur penyebarluasan paham radikalisme tersebut. Salah satunya, dengan jalan membuat buku yang isinya mengupas secara detail pengertian dari paham radikalisme dan terorisme serta membantah kebenaran dari dalil yang mereka gunakan.
"Mencegah penyebarluasan paham ini, bisa dengan membuat tulisan tentang apa itu terorisme. Kemudian, tulisan itu disebarkan ke media sosial dan ke sekolah-sekolah dalam bentuk buku, agar pemuda-pemuda ini bisa membacanya," katanya.
Menangkal paham radikal dan terorisme, jelas Zainul, harus juga menggunakan pemikiran. Demikian juga tulisan, harus ditentang dengan tulisan.
Sementara itu, Kepala Bakesbangpoldagri, Lalu Bayu Windia menyambut baik keinginan gubernur. Bahkan, dalam rangka menggalang dukungan pemuda, mahasiswa, dan pelajar melawan masuknya paham radikalisme dan terorisme ke NTB, pihaknya bersama FKPT akan mengadakan kegiatan apel siaga atau deklarasi menangkal paham radikalisme dan terorisme pada tanggal 4 Maret mendatang.
Ia menjelaskan, dalam kegiatan itu nanti selain instansi pemerintah juga akan dihadiri sejumlah Perguruan Tinggi serta sekolah/madrasah se-NTB.
"Rencananya kegiatan ini akan dihadiri 3.000 mahasiswa dan pelajar," ujarnya.
Kendati demikian, diakuinya, terkait radikalisme ini, banyak remaja di kabupaten dan kota melakukan kegiatan sendiri sebagai bentuk penolakan terhadap paham ini.
"Adapun target sasaran dari kelompok-kelompok yang ingin menyebarluaskan paham ini, adalah mahasiswa. Dengan jalan dakwah agama yang diadakan di kampus-kampus dan memanfaatkan media sosial dalam menyebar materi dan dalil yang berkenaan dengan paham tersebut yang belum diketahui kebenarannya," kata dia. (Antara)