Suara.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan bahwa ada salah paham dari masyarakat terkait revisi undang-undang Nomor 60 Tahun 2002 tentang KPK. Karenanya, hal itu pula yang melatarbelakangi Presiden Joko Widodo untuk memutuskan menunda revisi UU tersebut.
"RUU KPK itu kan ditunda pembahasannya. Supaya disosialisasikan dulu. Karena ada salah persepsi di masyarakat tampaknya. Seolah-olah KPK ini akan kita kubur hidup-hidup. Ini kan tidak begitu," kata Yasonna di Royal Kuningan Hitel Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu(24/2/2016).
Menurutnya, seharusnya masyarakat memahami usaha untuk merevisi UU tersebut. Pasalnya, KPK sebagai sebuah lembaga independen yang mempunyai kewenangan yang besar harus perlu diawasi.
Hal tersebut berkaitan dengan salah satu poin dari draf revisi UU tersebut yakni akan dibentuk badan pengawas KPK.
"Kan Pak Luhut sudah mengatakan empat poin itu. Di manapun di dalam sistem ketatanegaraan modern harus ada pengawasan. Apalagi ada suatu lembaga yang punya kewenangan besar, secara peradaban modern kelembagaan negara, harus ada pengawasan," katanya.
Lebih lanjut Politisi PDI Perjuangan tersebut menjelaskan bahwa dibentuknya Dewan Pengawas tersebut untuk menciptakan sistem yang seimbang, karena adanya saling mengawasi. Hal itu dapat terjadi misalnya DPR yang membuat UU bisa saja digagalkan oleh Mahkamah Konstotusi yang menilai apakah UU tersebut sesuai konstitusi atau tidak.
"Begitu juga dengan KPK, dengan adanya dewan pengawas, bukan untuk memberangus kewenangan pimpinan. Kita atur dengan baik. Karena manusia belum ada yang sekelas malaikat. Mungkin sekarang ada terpilih komisioner KPK, belum adalah sekelas mereka. Karena manusia itu punya kelemahan-kelemahan. Mungkin sekarang tidak, tapi kita atur dengan baik," kata Yasonna.