Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat telah menerima draf revisi Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pembahasan akan dilakukan pekan depan.
"Sudah diterima (draf). Pekan depan akan dibahas," ujar Ketua DPR Ade Komaruddin di gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Ade menambahkan pembahasan draf revisi akan dilanjutkan ke Badan Musyawarah DPR.
"Nantikan dibawa ke bamus dulu," katanya.
Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyangkut enam poin, meliputi waktu penahanan yang semula enam bulan akan diperpanjang menjadi 10 bulan, masa penangkapan selama tujuh hari diperpanjang menjadi 30 hari, dan penyadapan yang diperingan karena hanya perlu izin hakim pengadilan.
Kemudian di penuntutan dan pengusutan, perkara terorisme akan diperluas kewenangannya sehingga yang disasar tidak hanya kepada orang, tetapi kepada korporasi.
Selanjutnya, perluasan makna tindak pidana yang menyangkut kegiatan mempersiapkan, pemufakatan jahat, percobaan, pembantuan tindak pidana terorisme.
Selain itu, pencabutan paspor bagi warga negara Indonesia yang ikut pelatihan militer bersama organisasi ekstrim. Selain itu juga dimasukkan aturan pencabutan paspor bagi warga Indonesia yang
yang ikut organisasi radikal.
Dalam revisi nanti juga akan dimasukkan rehabilitasi bagi terpidana teroris secara komprehensif dan holistik sehingga aksi teror bisa diredam ketika sudah bebas dari hukuman pidana.