Bupati Kendal periode 2010-2015, Widya Kandi Susanti, diperiksa penyidik KPK pada Rabu (17/2/2016). Selesai diperiksa, dia mengaku ditanya soal hubungannya dengan anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti.
Susanti mengaku mengenal Damayanti ketika berlangsung acara sosialisasi empat pilar di Kendal, Jawa Tengah, pada 29 November 2015. Acara ini didanai oleh Damayanti.
"Kenalnya waktu itu saja ada sosialisasi, itu sosialisasi mendadak. Kenalnya di situ," kata Susanti di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan mengaku tak pernah berhubungan dengan Damayanti setelah acara itu. Dia juga mengaku tak tahu soal proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang menjerat Damayanti.
Penyidik KPK, kata dia, tak banyak membahas proyek Kementerian PUPR. Susanti mengaku hanya ditanya empat sampai lima pertanyaan terkait perkenalannya dengan Damayanti di Kendal.
"Ditanya kenalnya gimana, kapan, kronologisnya gimana. Itu saja," kata Ketua DPC PDI Perjuangan Kendal.
Kasus proyek Kementerian PUPR terbongkar setelah KPK menangkap Damayanti, Direktur Utama PT. Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, serta dua rekan Damayanti: Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini. Mereka dicokok pada Rabu 13 Januari 2016.
Politikus PDI Perjuangan dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah disangka menerima suap dari Abdul Khoir. Damayanti diduga menerima suap hingga ratusan ribu dolar Singapura secara bertahap melalui staf bernama Dessy dan Julia.
Uang yang diberikan Abdul Khoir kepada Damayanti diduga untuk mengamankan proyek Kementerian PUPR tahun anggaran 2016. Proyek tersebut merupakan proyek pembangunan jalan di Maluku yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IX.
Damayanti, Dessy, dan Julia dijadikan tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap. Dia dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Susanti mengaku mengenal Damayanti ketika berlangsung acara sosialisasi empat pilar di Kendal, Jawa Tengah, pada 29 November 2015. Acara ini didanai oleh Damayanti.
"Kenalnya waktu itu saja ada sosialisasi, itu sosialisasi mendadak. Kenalnya di situ," kata Susanti di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan mengaku tak pernah berhubungan dengan Damayanti setelah acara itu. Dia juga mengaku tak tahu soal proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang menjerat Damayanti.
Penyidik KPK, kata dia, tak banyak membahas proyek Kementerian PUPR. Susanti mengaku hanya ditanya empat sampai lima pertanyaan terkait perkenalannya dengan Damayanti di Kendal.
"Ditanya kenalnya gimana, kapan, kronologisnya gimana. Itu saja," kata Ketua DPC PDI Perjuangan Kendal.
Kasus proyek Kementerian PUPR terbongkar setelah KPK menangkap Damayanti, Direktur Utama PT. Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, serta dua rekan Damayanti: Dessy A. Edwin dan Julia Prasetyarini. Mereka dicokok pada Rabu 13 Januari 2016.
Politikus PDI Perjuangan dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah disangka menerima suap dari Abdul Khoir. Damayanti diduga menerima suap hingga ratusan ribu dolar Singapura secara bertahap melalui staf bernama Dessy dan Julia.
Uang yang diberikan Abdul Khoir kepada Damayanti diduga untuk mengamankan proyek Kementerian PUPR tahun anggaran 2016. Proyek tersebut merupakan proyek pembangunan jalan di Maluku yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IX.
Damayanti, Dessy, dan Julia dijadikan tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap. Dia dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.