Sepulang kunjungan kerja dari Amerika Serikat, Presiden Joko Widodo akan menggelar rapat evaluasi revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang jadi inisiatif DPR. Evaluasi itu juga terkait semakin kuatnya penolakan masyarakat atas revisi UU KPK oleh parlemen tersebut.
"Tadi juga disampaikan kepada saya bahwa Presiden akan melakukan evaluasi terkait revisi UU KPK. Kan Pemerintah partner, ya untuk merevisi UU kan DPR dan Pemerintah," kata Johan Budi SP, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi di komplek Kepresidenan, Rabu (17/2/2016).
Sampai saat ini, lanjut Johan, Presiden belum menerima dan melihat isi draft revisi UU KPK dari DPR tersebut. Setiba di tanah air, Jokowi langsung menggelar rapat evaluasi terkait hal itu.
"Jadi karena sekarang Presiden masih di luar ada tugas. Maka sekembali beliau dari luar akan ada evaluasi atas rencana itu. Sambil tentu Presiden menunggu apa sih isi draft revisi UU KPK yang merupakan hak inisiatif DPR tersebut," ujar dia.
Menurut Johan, Jokowi sangat memperhatikan aspirasi masyarakat yang kuat menolak revisi UU KPK tersebut.
"Dalam hal ini Presiden atas adanya kontra dari masyarakat yang semakin meluas ini tentu tidak bisa diignore (abadikan), karena Presiden sangat concern terkait pertama kepentingan publik, dan yang kedua memperkuat KPK," terang Johan.
Dia menambahkan, Jokowi mengingatkan jangan sampai ada pasal-pasal dalam draft revisi UU KPK itu yang memperlemah lembaga pemberantasan korupsi tersebut.
"Substansinya jangan sampe ada pasal-pasal yang direvisi memperlemah KPK," kata dia.
Johan menjelaskan, salah contoh poin yang melemahkan KPK adalah misalnya usia KPK dibatasi 12 Tahun. Kemudian kewenangan penuntutan KPK dicabut.
"Kemudian penyadapan harus izin pengadilan. Nah dalam perspektif Presiden itu memperlemah. KPK nangkep hakim misalnya, itu tidak perlu izin ke Pengadilan. Kalau dimaksudkan soal poin penyadapan itu adalah KPK harus izin pengadilan, maka itu bisa dikategorikan sebagai pasal yang memperlemah KPK," tandas Johan.