Suara.com - Jaksa Agung H. M. Prasetyo menilai perlawanan kelompok Din Minimi di Aceh tidak masuk kategori melawan NKRI, melainkan hanya pemerintah daerah karena tidak puas. Itu sebabnya, penanganan terhadap mereka berbeda dengan Gerakan Aceh Merdeka dan Organisasi Papua Merdeka.
“Ada janji-janji yang tidak terpenuhi, tidak memperhatikan nasib janda, anak terlantar, kesehatan. Kita kembali ke NKRI menuntut pengampunan berupa amnesti, dasar hukumnya Pasal 14 tahun 1945 tentang penghapusan akibat hukum pidana. Maka amnesti lebih cepat diajukan, sementara abolisi harus pakai proses hukum dulu,” ujar Prasetyo dalam rapat kerja gabungan di ruang Badan Anggaran, DPR, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Prasetyo menambahkan pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi tidak sama dengan pemberian amnesti kepada kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka.
“Perlu pertimbangan DPR bahwa Din Minimi harus diselesaikan dengan penanganan soft power dan tidak harus dengan proses hukum, tidak sama dengan gerakan separatis GAM,” katanya.
Penanganan terhadap Din Minimi tidak bisa disamakan dengan OPM. OPM menolak mendapatkan amnesti dari pemerintah Indonesia
“Sedangkan untuk gerakan OPM mereka nyatanya separatis menolak amnesti, bahkan nggak mau mengajukan grasi," kata Prasetyo.
"Oleh karena itu penanganannya nggak sama antara Din Minimi dengan kelompok separatis Papua," kata dia.