Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang memprotes tindakan personil TNI Angkatan Udara dalam mengamankan lokasi jatuhnya pesawat tempur taktis Super Tucano TT-8130 di Jalan LA Sucipto, Blimbing, Kota Malang, Rabu (10/2/2016). Mereka bertindak berlebihan dengan melakukan kekerasan secara verbal serta upaya menghalangi kerja jurnalistik.
TNI Angkatan Udara merampas paksa memori card kamera, ID Press dan pesawat tanpa awak atau drone. Kejadian ini dialami oleh sejumlah jurnalis saat meliput di sekitar lokasi kejadian. Kejadian ini dialami dua jurnalis Jawa Pos Radar Malang, Darmono (Fotografer) dan Nurlayla Ratri (Jurnalis). Dari keterangan keduanya, mereka sempat diintimidasi dengan nada mengancam.
Ketua AJI Malang Bidang Advokasi Hari Istiawan Mahmudan menilai tindakan intimidasi, merampas alat kerja, menghapus gambar dan video hasil karya jurnalis tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. "Tindakan personil TNI Angkatan Udara itu mengancam kebebasan pers dan melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Hari dalam pernyataan resmi, Kamis (11/2/2016).
Ia menegaskan dalam Pasal 8 UU Pers disebutkan bahwa dalam melaksanakan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum. Pasal 4 ayat (2) juga disebutkan, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelanggaran penyiaran. Pelanggaran pasal ini diancam dengan hukuman penjara dua tahun atau denda Rp500 juta, seperti tercantum pada pasal 18 ayat (1) yang berbunyi: (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja dan melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
"Kasus perampasan karya jurnalistik di Malang ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia," ujar Hari.
Kekerasan terhadap jurnalis terus berulang. AJI menilai tindakan personil TNI Angkatan Udara merupakan bentuk pengaman yang kebablasan. Memandang segala yang berkaitan dengan alat utama sistem pertahanan utama adalah rahasia. Padahal informasi itu bukan informasi yang rahasia dan publik berhak tahu. Sedangkan jurnalis bertugas menyampaikan informasi kepada publik. Apalagi peristiwa ini terjadi di ruang publik dan juga menimbulkan korban dari warga sipil. AJI meminta Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara menindak personil yang melanggar sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Tujuannya demi mendorong kesadaran setiap warga Negara dan melindungi jurnalis dalam melaksanakan tugas jurnalistik," tambah Hari.
AJI juga mengingatkan kepada para jurnalis untuk selalu mematuhi Undang-Undang Pers dan kode etik jurnalistik dalam menjalankan liputan di lapangan. Khususnya di daerah berbahaya dan selalu berhati-hati dengan keselamatan dirinya.