Sejauh Ini Ada 18 Permohonan Uji Materi UU KPK di MK

Kamis, 11 Februari 2016 | 12:28 WIB
Sejauh Ini Ada 18 Permohonan Uji Materi UU KPK di MK
Pengajar Sekolah Hukum Jentera, Bivitri Susanti [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Pengajar Sekolah Hukum Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi di DPR didasari semangat untuk melemahkan kewenangan KPK.

"Dengan semangat melemahkan KPK, RUU (rancangan undang-undang) ini disusun dengan segala kontroversinya.Padahal setidaknya ada tiga alasaan mengapa RUU KPK tidak perlu diubah pada saat ini," kata Bivitri di gedung Puri Imperium, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/2/2016).

Menurut Bivitri UU KPK tidak memiliki masalah konstitusional dan masih efektif untuk mendukung tugas pemberantasan korupsi sehingga tidak perlu direvisi.
 
"Tidak adanya masalah ini ditandai oleh putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sejak 2003 hingga 2016 ini. Namun, upaya pelemahan KPK sudah sering dilakukan dengan mengajukan permohonan pengujian materi UU KPK di MK, saat ini sudah ada 18 permohonan," kata Bivitri.

Bivitri menambahkan revisi UU KPK harus didasarkan pada kepentingan umum, bukan pada kepentingan partai.

"Proses legislasi tidak semestinya dilakukan semata karena kepentingan politik partai-partai tertentu yang merasa terganggu oleh institusi KPK ataupun yang mau mengambil keuntungan dari barter politik dengan kebijakan lainnya," katanya.

Menurut Bivitri sebelum merevisi UU KPK, UU penegak hukum yang lainnya harus ditata rapi.

"Saat ini sistem penegakan hukum di Indonesia tengah dirapikan, karena itu agar hukum pidana efektif, lembaga-lembaga penegakan hukum (kejaksaan, kepolisian, KPK) serta lembaga yudisial serta penegakan hukum harus ditata dengan rapi," kata Bivitri.
 
Di DPR, hari ini, mereka akan menyelenggarakan rapat paripurna untuk menetapkan revisi UU KPK untuk ditetapkan menjadi inisiatif DPR. 

Suara.com - "Tentunya akan dibahas (revisi UU KPK) di paripurna siang ini," ujar Ketua DPR Ade Komaruddin di gedung Nusantara III, DPR.

Tapi sebelum rapat paripurna, pimpinan DPR dan fraksi akan rapat pengganti Badan Musyawarah yang hasilnya nanti dibawa ke rapat paripurna.

"Revisi UU KPK, sekarang saya ditunggu diatas untuk rapat pengganti Bamus (Badan Musyawarah) untuk menentukan paripurna, yang nanti paripurnanya tentang pengambilan keputusan untuk RUU KPK," kata Ade yang berasal dari Fraksi Golkar.

Seperti diketahui, semalam dalam rapat pandangan mini fraksi di Badan Legislasi, sebanyak sembilan fraksi menyetujui isi draf revisi UU KPK. Hanya Fraksi Gerindra yang menolak revisi.

Ketua Panitia Kerja Revisi UU KPK Firman Subagyo mengungkapkan ada 12 poin tambahan lagi untuk dibawa ke Badan Musyawarah yang akan diusulkan ke paripurna. Sebelumnya, diusulkan hanya empat poin yang direvisi yaitu mengenai dewan pengawas, SP3, penyidikan, dan penyadapan.

Adapun 12 poin tambahan revisi UU tentang KPK yaitu:

Pertama, nomenklatur "Kejaksaan Agung Republik Indonesia" dalam Pasal 45 ayat 1 dan ayat 2 Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 45 B diubah menjadi "Kejaksaan" sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Kedua, nomenklatur "Kepolisian Negara Republik Indonesia" dalam Pasal 43 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 43 ayat 2, Pasal 43 B, Pasal 45 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 45 ayat 2, Pasal 45 B diubah menjadi "Kepolisian."

Ketiga, frasa "Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana" dalam Pasal 38 dan 46 ayat 1 diubah menjadi "Undang-Undang yang Mengatur Mengenai Hukum Acara Pidana."

Keempat, Pasal 32 ditambahkan ketentuan bahwa pimpinan KPK yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik.

Kelima, Pasal 32 ayat 1 huruf c ditambah ketentuan pemberhentian tentang pimpinan KPK yang dijatuhi

pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Keenam, Pasal 30 D tugas dewan pengawas ditambah yakni:
a) memberikan izin penyadapan dan penyitaan 
b) menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK

Ketujuh, Pasal 37 D dalam memilih dan mengangkat dewan pengawas presiden membentuk panitia seleksi.

Kedelapan, Pasal 37 ditambah satu ayat dengan rumusan "anggota dewan pengawas yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik."

Kesembilan, Pasal 40 mengenai SP3 pemberian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dilaporkan pada dewan pengawas serta dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan perkara.

Kesepuluh, Pasal 43 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam undang-undang ini.

Kesebelas, Pasal 45 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam undang-undang.

Keduabelas, Pasal 47 a dalam keadaan mendesak penyitaan boleh dilakukan tanpa izin dari dewan pengawas terlebih dahulu.

Dalam rapat harmonisasi Panitia Kerja Revisi UU KPK di Badan Legislasi DPR, sebanyak sembilan fraksi menyatakan setuju melanjutkan pembahasan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR. Hanya Gerindra yang menolak.

Sembilan fraksi yang setuju yaitu Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Hanura, Fraksi PKS, Fraksi Nasional Demokrat, Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi PAN, dan Fraksi Golkar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI