Suara.com - Ketua Dewan Pengurus Perkumpulan Suara Kita, Hartoyo membuat surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Surat ini dari kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender, dan Queer (LGBTQ).
Surat ini dibuat lantaran belakangan publik menyoroti eksistensi kaum LGBT. Media pun ramai memberitakan hal tersebut.
Surat itu diunggah dalam situs suarakita.org yang merupakan organiasi perkumpulan dan pembela hak LGBT. Berikut isi surat terbukanya:
Kepada Yth
Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo
Di
Jakarta
Dengan hormat,
Nama saya Hartoyo, Ketua Dewan Pengurus Perkumpulan Suara Kita. Saya beserta banyak kawan saya adalah pendukung setia bapak, sejak bapak menjabat sebagai Gubernur DKI hingga akhirnya melalui pemilihan umum Presiden yang panjang dan akhirnya berhasil menduduki jabatan Presiden RI. Perkumpulan Suara Kita adalah sebuah organisasi sosial yang memperjuangkan hak-hak atas keberagaman orientasi seksual dan identitas gender di Indonesia.
Belakangan, isu orientasi seksual dan identitas gender, yang biasa disebut dengan LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender/Transeksual, Intersex dan Queer) tengah menjadi pembicaraan dan bahkan perdebatan banyak pihak, termasuk pejabat resmi.
Ramainya pembahasan isu LGBTIQ di Indonesia terjadi karena beberapa banyak faktor, selain karena proses alami keberadaan LGBTIQ, perkembangan teknologi internet dan dorongan internasional yang besar terhadap isu ini. Situasi itu menimbulkan resistensi dan kebingungan banyak pihak di masyarakat Indonesia dengan respon yang beragam.
Tapi yang ingin saya sampaikan bahwa isu LGBTIQ ini seperti arus deras yang suka tidak suka kita harus hadapi dan meresponnya sebagai bangsa. Karena itu, saya ingin memberikan gambaran pemetaan respon publik dan solusi yang harus kita lakukan sebagai bangsa:
Pertama, ada kelompok yang meresponnya dengan sangat keras menolaknya. Kelompok ini penolakannya cenderung melakukan kekerasan atau menebar kebencian/provokasi melalui berbagai media. Selama ini, kelompok tersebut memang menolak isu keberagaman kepercayaan, suku dan juga LGBT sehingga pada gilirannya mereka cenderung bukan pendukung dasar-dasar demokrasi dan hak asasi manusia hingga tak jarang menjadi pelaku kekerasan. Biasanya kelompok ini mengatasnamakan agama. Walau jumlahnya kecil tetapi sifat dan tindakan kelompok ini sangat merusak dan membahayakan bangsa.
Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang cenderung diam tetapi bingung dengan isu LGBTIQ karena minimnya informasi. Kelompok ini tidak memiliki potensi melakukan kekerasan meski mereka bisa saja melakukan tindakan diskriminatif ataupun memberi stigma karena minimnya informasi. Jika dibiarkan, kelompok kedua dapat diprovokasi oleh kelompok pertama untuk melakukan tindakan diskriminasi terhadap LGBTIQ. Kelompok ini jumlahnya sangat besar, seperti ciri mayoritas masyarakat Indonesia.
Kelompok ketiga adalah mereka yang sudah terpapar informasi tentang LGBTIQ. Mereka umumnya menjadi pendukung gerakan dan perjuangkan hak-hak LGBTIQ di Indonesia. Kelompok ini umumnya para aktivis HAM, kelompok seniman, sebagian kecil masyarakat, jurnalis, kelompok LGBTIQ sendiri maupun akademisi. Tapi sayangnya kelompok ini jumlahnya tidak besar dibandingkan kelompok kedua. Atas aktivitasnya pula, kelompok ini sangat rawan mendapatkan kekerasan dan stigma yang dilakukan oleh kelompok pertama bahkan oleh aparat negara.
Bapak Jokowi yang saya hormati, itulah gambaran situasi pemetaan masyarakat Indonesia menghadapi arus deras isu LGBTIQ sekarang ini. Jika ketiga kelompok ini tidak dikelola dengan baik, maka prediksi saya akan terjadi kekerasan, diskriminasi bahkan pembunuhan terhadap kelompok LGBTIQ akan semakin masif terjadi di Indonesia. Sejarah yang pernah terjadi di Amerika, Belanda, Inggris dan Eropa akan terulang kembali di Indonesia. Ini sangat mengerikan dan serius sekali, rakyat harus mati dan dibunuh hanya karena identitasnya. Bangsa kita akan dipertaruhkan dimata international.
Karena kekhawatiran atas situasi ini, saya sebagai bagian dari warga negara yang peduli dengan hak asasi manusia ingin memberikan masukan:
Pertama, memastikan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan atas ekspresi dan kebebasan setiap warga negara khususnya kelompok LGBTIQ atau pendukungnya untuk berperan serta dalam pembangunan terutama dalam pemajuan demokrasi dan penegakan hak asasi manusia di segala bidang.
Kedua, kelompok pertama yang rawan melakukan kekerasan sebaiknya diawasi dengan ketat. Jika ada potensi melakukan kekerasan/provokasi, aparat diaharapkan segera menghentikan dan menindak tegas. Apabila sampai melakukan kekerasan pada kelompok LGBTIQ dan pendukungnya harus dihukum dengan berat.
Ketiga, perlunya kebutuhan edukasi dan informasi kepada mereka yang minim pemahaman tentang LGBTIQ. Menyebarkan pendidikan gender dan seksualitas, baik di dalam lembaga formal maupun non formal di semua lapisan masyarakat, antara lain dengan membuat gerakan nasional “Membangun Indonesia Bersama Tanpa Kekerasan/Diskriminasi”. Kegiatan-kegiatan ini sebaiknya melibatkan semua pihak, tokoh agama, media, akademisi, terutama kelompok ketiga.
Bapak Presiden Jokowi yang saya hormati, demikianlah surat ini saya sampaikan dengan sadar sebagai warga negara. Semoga surat ini dapat menjadi pertimbangan Bapak, mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Hormat Saya,
Hartoyo