Kelompok ketiga adalah mereka yang sudah terpapar informasi tentang LGBTIQ. Mereka umumnya menjadi pendukung gerakan dan perjuangkan hak-hak LGBTIQ di Indonesia. Kelompok ini umumnya para aktivis HAM, kelompok seniman, sebagian kecil masyarakat, jurnalis, kelompok LGBTIQ sendiri maupun akademisi. Tapi sayangnya kelompok ini jumlahnya tidak besar dibandingkan kelompok kedua. Atas aktivitasnya pula, kelompok ini sangat rawan mendapatkan kekerasan dan stigma yang dilakukan oleh kelompok pertama bahkan oleh aparat negara.
Bapak Jokowi yang saya hormati, itulah gambaran situasi pemetaan masyarakat Indonesia menghadapi arus deras isu LGBTIQ sekarang ini. Jika ketiga kelompok ini tidak dikelola dengan baik, maka prediksi saya akan terjadi kekerasan, diskriminasi bahkan pembunuhan terhadap kelompok LGBTIQ akan semakin masif terjadi di Indonesia. Sejarah yang pernah terjadi di Amerika, Belanda, Inggris dan Eropa akan terulang kembali di Indonesia. Ini sangat mengerikan dan serius sekali, rakyat harus mati dan dibunuh hanya karena identitasnya. Bangsa kita akan dipertaruhkan dimata international.
Karena kekhawatiran atas situasi ini, saya sebagai bagian dari warga negara yang peduli dengan hak asasi manusia ingin memberikan masukan:
Pertama, memastikan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan atas ekspresi dan kebebasan setiap warga negara khususnya kelompok LGBTIQ atau pendukungnya untuk berperan serta dalam pembangunan terutama dalam pemajuan demokrasi dan penegakan hak asasi manusia di segala bidang.
Kedua, kelompok pertama yang rawan melakukan kekerasan sebaiknya diawasi dengan ketat. Jika ada potensi melakukan kekerasan/provokasi, aparat diaharapkan segera menghentikan dan menindak tegas. Apabila sampai melakukan kekerasan pada kelompok LGBTIQ dan pendukungnya harus dihukum dengan berat.
Ketiga, perlunya kebutuhan edukasi dan informasi kepada mereka yang minim pemahaman tentang LGBTIQ. Menyebarkan pendidikan gender dan seksualitas, baik di dalam lembaga formal maupun non formal di semua lapisan masyarakat, antara lain dengan membuat gerakan nasional “Membangun Indonesia Bersama Tanpa Kekerasan/Diskriminasi”. Kegiatan-kegiatan ini sebaiknya melibatkan semua pihak, tokoh agama, media, akademisi, terutama kelompok ketiga.
Bapak Presiden Jokowi yang saya hormati, demikianlah surat ini saya sampaikan dengan sadar sebagai warga negara. Semoga surat ini dapat menjadi pertimbangan Bapak, mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Hormat Saya,
Hartoyo