Suara.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat dengan pakar ahli hukum Andi Hamzah dan Romly Atmasasmita. Kehadiran mereka, bertujuan untuk meminta pendapat terkait revisi Undang- Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang masih dalam pembahasan Baleg.
Draf yang diusulkan meliputi pembentukan lembaga pengawas kinerja KPK, SP3, pembatasan usia KPK, kewajiban izin penyadapan, kewenangan SP3, hingga kewenangan penuntutan
Pakar Hukum Acara Pidana Andi Hamzah menilai, tidak perlu ada pembentukan lembaga pengawas kinerja KPK. Menurutnya, yang seharusnya mengawasi KPK yakni Presiden dan DPR.
"Menurut saya tidak perlu badan pengawas, itu akan membuat birokrasi baru, badan baru, kantor baru, anggaran baru. Yang mengawasi KPK itu presiden dan DPR, independen itu bukan tidak bisa diawasi,"ujar Andi di ruang Baleg, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/2/2016).
Tidak hanya itu, soal penyadapan yang dilakukan KPK tidak perlu mendapat izin dari badan pengawas atau lembaga pengawas.
"Yang memberi izin penyadapan badan pengawas itu melanggar Undang-undang. Yang melakukan izin upaya paksa adalah hakim, yaitu terkait penahanan, penggeledahan, penyitaan, penyadapan dan penyataan,"ucapnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Romly Atmasasmita mengatakan KPK harus melakukan kerja sama dengan dan kejaksaaan dalam menangani kasus korupsi.
"Saya ingin KPK tidak arogan, berkonfrontasi dan merasa benar sendiri," tuturnya.
Mengenai revisi Undang-undang KPK, dirinya mendukung jika revisi UU KPK bertujuan untuk memperkuat KPK. Ia pun menilai, DPR harus menjelaskan apa maksud perubahan revisi UU KPK kepada masyarakat.
"Saya setuju ini direvisi tapi untuk memperkuat,"ucap Romly
BERITA TERKAIT
Usulan Capim Ida Budhiati di DPR: Kasus Etik Pimpinan KPK Tetap Harus Diproses Meski Sudah Mundur
19 November 2024 | 11:24 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI