Suara.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menilai Presiden Joko Widodo tidak bisa ikut campur di perkara pidana penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Jokowi tak punya wewenang.
Guru besar Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muzakir mengkritik jika Jokowi mempunyai niat itu. Menurutnya, aturan mengenai hal tersebut sudah tertera jelas pada Pasal 24 ayat 1 dalam UUD 1945 yang menyatakan Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan asas keadilan.
"Demi asas keadilan dan penegakan konstitusi hukum, perkara tersebut tidak boleh dihentikan bahkan oleh seorang Presiden. Selain berkas perkara lengkap dan telah dilimpahkan, Undang undang telah menyatakan bahwa penegakan hukum tidak bisa diintervensi. Benar atau tidak akan sangkaan terhadap seorang Novel Baswedan, biar hakim di pengadilan yang menentukan," kata Muzakir saat dihubungi, Selasa (9/2/2016).
Muzakir menambahkan, sebagai negara yang berasaskan hukum, perkara novel tidak bisa dicampurkan dalam ranah politik. "Karena perkara pidana atas novel itu, semasa dia menjabat sebagai Kasatreskrim di Polres Bengkulu, memiliki sejumlah bukti yang kuat," terang Muzakir.
Tidak hanya Muzakir, penolakan serupa juga disampaikan oleh ketua umum Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu, Markoni Koto. Menurut Markoni, publik akan menilai sejauhmana kredibitas pemerintah jika perkara Novel dijadikan alat politik.
"Soal unsur politis, kami kira ini akan membuat rakyat bingung, yang artinya hukum dapat dimain-mainkan melalui campur tangan politik. Kami harap Presiden Jokowi dapat cermat menyikapinya," katanya.
Seperti diketahui, kasus yang menjerat Novel tersebut terjadi pada 2004 yang melibatkan enam tersangka kasus pencurian sarang burung walet. Saat itu, posisi Novel sebagai Kasatreskrim di Polres Bengkulu.
Kasus 12 tahun lalu tersebut kembali muncul pada saat Pimpinan KPK menetapkan Calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan pada awal Tahun 2015. Di mana Kepala Satgas penyidikannya adalah Novel sendiri.
Hal yang sama terjadi pada kasus Simulator SIM yang menjerat Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri. Pada saat itu, Novel juga menjadi Kepala Satgas penyidikan kasus tersebut.
Sempat dihentikan, karena perintah Presiden SBY, saat ini kembali hadir dan sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Namun, agar tidak jadi disidangkan, Presiden Jokowi pun mengkondisikan Kejaksaan dan kepolisian untuk menghentikan proses kasus tersebut.