Pembunuhan Mirna, Dewan Pers: Media Cenderung Jadi Pengadilan

Siswanto Suara.Com
Kamis, 04 Februari 2016 | 06:01 WIB
Pembunuhan Mirna, Dewan Pers: Media Cenderung Jadi Pengadilan
Tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (2/1). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Dewan Pers dari unsur tokoh masyarakat Yosep Stanley Adi Prasetyo menilai dalam memberitakan kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin (27), sebagian media massa cenderung melanggar presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah dan trial by press atau melakukan penghakiman sendiri.

"Kasus Jessica itu seharusnya dibuktikan dulu di pengadilan. Ini pengadilan saja belum, masih tahap penyidikan polisi, sudah cenderung trial by press. Media cenderung melakukan penghakiman, penghukuman," kata Stanley kepada Suara.com, Selasa (3/2/2016).

Kemudian Stanley menyontohkan apa yang terjadi dalam tayangan di salah satu media televisi swasta baru-baru ini. Televisi menayangkan berbagai pendapat dan kesaksian seakan-akan berperan sebagai lembaga pengadilan.

"Ini (media) kan bukan tempatnya. Kesaksian tempatnya di pengadilan. Kan ini nanti jadinya bikin hakim sulit mengambil keputusan karena tekanan publik melalui media. Polisi juga jadi sulit untuk bertindak secara profesional karena pengaruh tekanan publik," kata Stanley.

Stanley mengatakan seharusnya media mampu menahan diri untuk membuat analisa-analisa dengan menampilkan berbagai pendapat narasumber, mengingat proses hukum masih berlangsung.

"Media cenderung tak bisa menahan diri. Berita digoreng, dibesar-besarkan," katanya.

Stanley mengatakan dalam menangani perkara hukum, penyidik kepolisian dan hakim pengadilan harus independen. Tapi, karena media terus menerus membombardir konten analisa tentang kasus, situasinya menjadi rumit, penegak hukum bisa tak bebas tekanan lagi.

"Itu memberikan tekanan ke penyidik dan pengadilan. Harusnya kan polisi dan pengadilan independen. Kasih kesempatanlah ke hakim periksa saksi, dengarkan ahli, sehingga bisa putuskan yang baik berdasarkan kebenaran. Kalau sekarang kan jadi susah, opini publik sudah ada dan menggiring," kata Stanley.

Mirna meninggal dunia usai meneguk es kopi Vietnam bercampur zat sianida di kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Jakarta Pusat, pada Rabu (6/1/2016).

Saat peristiwa terjadi, di meja yang sama, Mirna ditemani dua kawan, Jessica dan Hani. Mereka merupakan teman sekampus di Billy Blue College of Design, Sidney, Australia. Mereka lulus 2008.

Belakangan Jessica ditetapkan menjadi tersangka. Jessica ditangkap saat berada di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta Utara, Sabtu (30/1/2016) sekitar pukul 07.45 WIB.

Usai menjalani pemeriksaan selama lebih dari 13 jam. Jessica langsung dijebloskan ke sel tahanan Polda Metro Jaya untuk menjalani penahanan selama 20 hari ke depan.

Di berbagai kesempatan, Jessica menegaskan tidak membunuh temannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI