Tahanan Kasus Korupsi Meninggal Karena Sakit, Ini Penjelasan KPK

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 03 Februari 2016 | 09:50 WIB
Tahanan Kasus Korupsi Meninggal Karena Sakit, Ini Penjelasan KPK
Ilustrasi KPK. (www.kemdiknas.go.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja yang merupakan tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meninggal karena sakit.

"Benar Hengky Wijaya meninggal pada Selasa (2/2/2016) sekitar pukul 21.00 WIB di RS Siloam Semanggi. Dia sudah dirawat di rumah sakit sejak 27 Januari 2016," kata pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Rabu.

Hengky adalah terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012. Kasusnya kini sedang disidangkan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

"Sekarang jenazah masih di RS Siloam menunggu keputusan keluarga," tambah Yuyuk.

Selama menjalani masa penahanan sejak 15 Juli 2015, Hengky sempat ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya dan selanjutnya di rutan Cipinang Jakarta. Hengky diketahui sempat jatuh di rutan.

"Dirawat usai jatuh di rutan Cipinang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha.

Sedangkan pengacara Hengky, Arfa Gunawan mengatakan kliennya memang mengidap sejumlah penyakit.

"Beliau kecapaian sidang dan memang ada komplikasi, paru-paru jantung dan ginjal," kata Arfa.

Dalam perkara ini, Hengky dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajudin diduga merugikan keuangan negara hingga Rp45,84 miliar. Hengky sendiri diduga memperkaya diri sendiri senilai Rp40,33 miliar dari selisih penerimaan pembayaran dengan pengeluaran riil PT Traya Tirta Makassar.

Keduanya didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dalam jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI