Suara.com - Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di Cina terus mempelajari dugaan kematian tidak wajar yang dialami TKI bernama Eka Suryani di Fujian, pada 25 Januari silam.
"Kami, khususnya perwakilan RI di Guangzhou dan Hong Kong, terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan kepolisian setempat, tentang dugaan tersebut," kata Duta Besar RI untuk Cina dan Mongolia Soegeng Rahardjo ketika dikonfirmasi Rabu (3/2/2016).
Eka Suryani (23) asal Dusun Mulyosari RT 22/RW 08, Desa Mulyosari, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, adalah TKI yang bekerja di Hong Kong sebagai asisten rumah tangga.
Pada Senin (25/1/2016), ibu satu anak itu diajak majikannya ke Fujian untuk merayakan tahun baru Imlek. Jasad Eka ditemukan dalam kondisi telanjang di kamar mandi seraya memegang shower. Dugaan lain, Eka meninggal akibat arus pendek listrik yang bersumber dari sistem pemanas air di kamar mandi.
Untuk memastikan penyebab kematian, pihak keluarga pun menyetujui tawaran Kantor Keamanan Provinsi Fujian untuk dilakukan otopsi terhadap jasad Eka.
"Otopsi ini tentu memerlukan waktu, terlebih saat ini menjelang perayaan Tahun Baru Imlek, di mana waktu libur semakin dekat, sehingga proses pun melambat. Jika otopsi sudah selesai, maka proses pemulangan jenazah akan segera dilakukan. Surat kematian pun sudah dikeluarkan Konsulat Jenderal RI di Guangzhou. Namun, proses otopsi juga memerlukan waktu," ungkap Soegeng.
Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) sebelumnya meminta agar Pemerintah juga melakukan otopsi secara independen, terkait dugaan kematian tidak wajar terhadap Eka, yang diduga dilakukan majikannya.
Terkait itu juru bicara Kedubes RI di Beijing Santo Darmosusanto mengatakan pihaknya dapat memahami keinginan keluarga Eka tersebut.
"Namun, untuk melakukan otopsi independen tentu harus dilakukan di Indonesia dan itu artinya, setelah seluruh proses di Fujian selesai dilakukan," katanya.
Dugaan kematian tidak wajar terhadap Eka muncul karena yang bersangkutan sempat mengeluhkan perlakuan majikannya kepada suaminya Indra Teguh Wiyono dan rekan-rekan BMI di Hong Kong.
Dalam percakapan melalui layanan telepon WhatsApp berdurasi 30 menit itu, selain menceritakan penderitaan yang dialaminya, Eka juga memberitahu akan kembali dari Fujian ke Hong Kong pada Minggu (24/1/2016) dan ingin segera memutuskan kontrak. Eka tidak ingin bekerja lagi di Hong Kong karena sudah terlanjur trauma.
Eka diberangkatkan PT Surabaya Yudha Citra Perdana, perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia (PPTKIS) di Malang, enam bulan lalu. Ketibaan Eka di Hong Kong diurusi AIE Employment Center, mitra kerja PT Surabaya Yudha Citra Perdana.
Dua bulan pertama di Hong Kong, Eka masih diperlakukan baik. Namun, memasuki bulan ketiga dan seterusnya, Eka sering dikasari dan bahkan dianiaya. Eka sering mengeluhkan perlakuan buruk tersebut dilakukan majikan perempuan.
Dia diberi makan dua kali sehari dengan jam kerja diperpanjang tanpa istirahat. Dia pun disuruh membersihkan rumah saudara majikan dan juga diharuskan bekerja sebelum dan sepulang dari liburan. (Antara)
KBRI Janji Usut Kematian Tak Wajar Seorang TKI di Fujian
Esti Utami Suara.Com
Rabu, 03 Februari 2016 | 09:24 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Menakar Efektivitas Lembaga Pengurus PMI di Kabinet Prabowo : Solusi Atau Bagi-bagi Jabatan?
22 Oktober 2024 | 19:59 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI