Boko Haram Bantai 86 Orang di Timur Laut Nigeria
Kelompok Boko Haram diyakini bahkan lebih mematikan daripada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Suara.com - Kelompok bersenjata Boko Haram melakukan pembantaian terhadap 86 orang, termasuk anak-anak, dalam serangan terakhir mereka di desa-desa di timur laut Nigeria, Sabtu (30/1/2016). Rincian mengerikan dari serangan muncul pada hari Minggu (31/1/2016).
Pada Sabtu malam lalu, terjadi penyerangan di pinggiran kota Nigeria Maiduguri, tempat kelahiran Boko Haram, yang berlangsung selama berjam-jam. Serangan tersebut menargetkan desa dan kamp-kamp perumahan sekitar 25.000 pengungsi. Menurut para korban dan tentara di tempat kejadian. Minggu sore, 86 mayat telah dikumpulkan. Sementara 62 korban lain dirawat karena luka bakar.
Boko Haram meluncurkan serangan terhadap desa Dalori, di mana puluhan mayat hangus dan tubuh dengan luka tembak dapat dilihat tergeletak di jalan-jalan. "Selama insiden itu, nyawa hilang sementara beberapa orang menderita luka-luka," kata juru bicara militer Kolonel Mustapha Anka dikonfirmasi, menurut AFP.
Mengutip seorang saksi mata yang masih hidup dalam serangan itu, serangan Boko Haram dimulai dari pengeboman pondok. Saksi tersebut mengatakan bahwa ia mendengar jeritan anak-anak membakar sampai mati dari tempat persembunyian di pohon.
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk BBM di Nigeria Capai 181 Orang, Pemerintah Bentuk Tim Investigasi
Penembakan dan pembakaran serangan itu dilakukan oleh tiga pembom bunuh diri dan terus berlangsung selama hampir empat jam, saksi mata yang kehilangan beberapa anggota keluarga.
Setelah puluhan warga desa telah dibunuh di Dalori, Boko Haram melakukan penyerangan ke desa tetangga Gamori, di mana tiga pembom bunuh diri wanita meledakkan diri di antara orang-orang yang berhasil lolos dari gelombang pertama kekerasan. Seorang prajurit di lokasi kejadian.
Boko Haram kelompok teroris yang melarang penggunaan pendidikan Barat. Kelompok ini diyakini bahkan lebih mematikan daripada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). (Rusia Today)