Suara.com - Markas Besar Polri menangani kasus perdagangan organ ginjal. Mabes Polri menyebut ada keterlibatan tiga rumah sakit di Jakarta sebagai tempat untuk operasi transplantasi ginjal.
Polisi belum mau menyebut inisial dari ketiga nama rumah sakit. Polisi menyebutkan pencari ginjal dan rumah sakit menjalankan aksi secara terorganisir dalam jaringan tertutup.
Sampai saat ini, Polres Jakarta Pusat belum pernah menerima laporan kasus jual beli ginjal.
"Sampai saat ini belum ada," kata Kepala Sub Bagian Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Polisi Suyatno, kepada Suara.com, Kamis (28/1/2016).
Suyatno mengatakan kasus tersebut dalam penanganan Mabes Polri.
Suyatno yakin Mabes Polri sudah memiliki metode untuk mengungkap kasus jual beli organ ginjal.
Kemarin, Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana mengungkapkan tujuh korban dalam kasus ini yakni HLL, IS, AK, SU, JJ, DS dan SN.
Umar mengatakan bahwa para korban umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah.
Tiga tersangka dalam kasus jual beli ginjal yang berhasil dibekuk Bareskrim adalah HS, AG dan DD. HS ditangkap polisi di Jakarta. Sementara AG dan DD diringkus di Bandung, Jawa Barat. Dalam kasus ini, HS berperan sebagai penghubung ke rumah sakit.
"AG dan DD berperan merekrut pendonor (korban)," katanya.
Umar menjelaskan, HS menginstruksikan AG dan DD untuk mencari korban pendonor ginjal. AG bertugas mencari pendonor dengan imbalan Rp80 juta hingga Rp90 juta. Lalu korban diantarkan kepada DD untuk dicek kondisi ginjalnya di sebuah laboratorium di Bandung. Setelah ginjal korban dinyatakan sehat, hasil lab kemudian diberikan kepada penerima ginjal.
Lalu HS, korban dan penerima ginjal bertemu dengan dokter ahli ginjal di sebuah rumah sakit di Jakarta untuk membahas hasil lab tersebut.
Kemudian dokter tersebut memberikan surat pengantar ke rumah sakit untuk cross match (pencocokan darah), CT scan ginjal, pemeriksaan jantung, paru dan pemeriksaan psikiater.
"Setelah dinyatakan memenuhi syarat untuk transplantasi ginjal, kemudian hasil tersebut diberikan kepada tim dokter yang melakukan transplantasi. Lalu diadakan rapat dokter untuk menentukan tanggal operasi," katanya.
Kemudian HS membuat surat persetujuan untuk ditandatangani pihak keluarga dan korban sebagai persyaratan sebelum operasi dilakukan.
"Surat tersebut lalu diserahkan oleh HS ke bagian administrasi di rumah sakit, kemudian baru dilakukan operasi transplantasi ginjal dari korban ke penerima ginjal," katanya.
Umar mengatakan, dalam kasus ini, penerima ginjal dikenakan biaya Rp225 juta - Rp300 juta untuk pembelian satu ginjal dengan uang muka sebesar Rp10 juta - Rp15 juta.
"Sisa pembayaran dilakukan setelah operasi transplantasi dilakukan," katanya.
Biaya tersebut, menurutnya, tidak termasuk biaya operasi transplantasi yang harus ditanggung oleh penerima ginjal.
Dalam kasus ini, HS menerima keuntungan Rp100 juta - Rp110 juta. Sementara AG mendapat bayaran Rp5 juta - Rp7,5 juta setiap mendapatkan pendonor. Sedangkan DD mendapatkan upah Rp10 juta - Rp15 juta.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 64 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang isinya: organ dan atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.