Suara.com - Proyek pembangunan jalan layang tambahan di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, akan dimulai April atau Mei 2016.
"Oh jadi (pembangunan jalan layang Semanggi), mau groundbreaking bulan April atau Mei ini. Itu pampasan perang namanya," ujar Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (26/1/2016).
Pampasan perang yang dimaksud Ahok adalah pembayaran yang secara paksa ditarik oleh negeri pemenang perang kepada negeri yang kalah perang sebagai ganti atas kerugian material. Dengan kata lain proyek tersebut tidak dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI Jakarta, melainkan dibebankan kepada swasta.
"(Perusahaan) Jepang mau bangun gedung. Dia mau naikin KLB (koefisiensi luas bangunan), saya bilang oke nggak usah ganti kita duit. Itu naikin KLB saya kasih izin, itu nilainya Rp700 atau Rp800 miliar. Sudah kamu bangunin saja (jalan layang) Semanggi, itu nilainya Rp500-an miliar," kata Ahok.
Ahok menjelaskan perusahaan asal Jepang yang siap membiayai jalan layang tambahan di kawasan Semanggi adalah PT. DMG Mori Seiki Indonesia. Pembangunan ditargetkan rampung tahun 2017.
"Sudah jadi sama lampu-lampunya itu nanti. Itu Mori Jepang (yang membangun). Diperkirakan pertengahan 2017 selesai," katanya.
Ahok menambahkan jalan layang tersebut akan berada di atas jalan tol Cawang-Grogol.
Ahok berharap tambahan jalan ini akan mengurangi kepadatan arus lalu lintas di kawasan Jalan Gatot Subroto - Semanggi.
Rencana pembangunan ini mengundang pro dan kontrak. Kalangan yang kontrak menilai jalan layang tambahan akan mengurangi nilai estetika Semanggi.
Jembatan Semanggi yang ada sekarang, bangunan fisiknya berupa jalan layang yang melingkar-lingkar. Karena bentuknya mirip struktur daun lalapan, semanggi, maka kemudian meresap dan menjadi nama jembatan itu sendiri.
Pada perkembangannya, kawasan Jembatan Semanggi menjadi ciri khas Ibukota Jakarta. Jembatan ini menjadi semacam poros lalu lintas Ibukota Jakarta sekaligus sebagai simbol kemakmuran perekonomian.
Lokasi jembatan terkenal ini berada di kawasan Karet, Semanggi, Setia Budi. Pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Proses pembangunan Jembatan Semanggi dulu tidaklah mudah. Presiden Soekarno tidak begitu saja mendapat restu dari rakyat. Sebab, pada waktu itu orang sudah mulai berpikir kritis terhadap ide-ide pembangunan fisik.