Revisi UU Terorisme Diharap Selesai Dua Minggu Lagi, Apa Isinya?

Senin, 25 Januari 2016 | 19:48 WIB
Revisi UU Terorisme Diharap Selesai Dua Minggu Lagi, Apa Isinya?
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berharap rancangan revisi UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme selesai dua pekan lagi.

‎"Kami harap dua minggu selesai. Mungkin satu dua hari draf selesai. (Draf) kami bawa ke menkopolhukam, putuskan, sampaikan ke Presiden untuk dibahas di rapat kabinet kemudian kami ajukan surat Presiden ke DPR," kata Yasonna di DPR, Senin (25/1/2016).

‎Saat ini, katanya, rancangan revisi UU sedang dalam tahap sinkronisasi atau tinggal finishing. Yasonna menerangkan ada beberapa poin penting yang dimasukkan ke dalam draf UU.

Poin penting itu, meliputi waktu penahanan yang semula enam bulan akan diperpanjang menjadi 10 bulan, kemudian masa penangkapan selama tujuh hari diperpanjang menjadi 30 hari, dan penyadapan yang diperingan karena hanya perlu izin hakim pengadilan. Kemudian di penuntutan dan pengusutan, perkara terorisme akan diperluas kewenangannya sehingga yang disasar tidak hanya kepada orang, tetapi kepada korporasi.

Selanjutnya, perluasan makna tindak pidana ‎yang menyangkut kegiatan mempersiapkan, pemufakatan jahat, percobaan, pembantuan tindak pidana terorisme.

"Jadi makna tindak pidana terorisme kita perluas, termasuk 'percobaan'," kata Yasonna.

Yasonna menambahkan dalam draf akan dimasukkan soal pencabutan paspor bagi warga negara Indonesia yang ikut pelatihan militer bersama organisasi ekstrim. Selain itu juga dimasukkan aturan pencabutan paspor bagi warga Indonesia yang ikut organisasi radikal.

Dalam revisi nanti juga akan dimasukkan rehabilitasi bagi terpidana teroris secara komprehensif dan holistik sehingga aksi teror bisa diredam ketika sudah bebas dari hukuman pidana.

"Juga akan ada pengawasan terhadap pelaku teror selama enam bulan. Tapi pengawasan terhadap terpidana terorisme yang sudah selesai di-follow up. Paling lama setahun setelah bebas. Itu pengawasan resmi. Jadi mantan narapidana teror perlu dibina, program deradikalisasinya terus, dan tidak dibiarkan begitu saja," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI