Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dicecar anggota Komisi III mengenai keabsahan anggota Brimob Polri bersenjata lengkap saat mengawal penyidik KPK menggeledah ruang kerja anggota DPR.
"KPK bisa menjadikan masukan bahwa melihat ancaman tempat penggeledahannya. Masa DPR seperti ini harus dikawal Brimob dengan senjata laras panjang dengan rompi antipeluru, upaya penggeledahan harus menjaga martabat lembaga tinggi negara," kata anggota Komisi III Fraksi PKS Nasir Djamil dalam rapat kerja Komisi III dengan Polri, Senin (25/1/2016).
Nasir meminta penjelasan dari Kapolri mengenai tindakan anggota Brimob Polri. Menurut Nasir perlu kehati-hatian saat menyertakan aparat keamanan dalam penggeledahan di DPR.
Senada, anggota Komisi III Fraksi PKB Jazilul Fawaid mengatakan lembaga DPR harus dihormati.
Jazilul berharap kerjasama KPK dan Polri terus dijaga, tapi juga perlu mempertimbangkan etika dalam pelaksanaan tugas sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman seperti yang terjadi sekarang.
"Saya harap kerjasama antar kelembagaan itu ketika melibatkan aparatnya bisa diberikan etika pembinaan," ujar dia.
Anggota Komisi III Fraksi Golkar Bambang Soesatyo malah membandingkan aparat yang menggunakan senjata saat menggeledah ruang kerja anggota DPR dengan penggeledahan terhadap bandar narkoba di Matraman, Jakarta Timur.
"Penggerebekan di Matraman hanya menggunakan senjata laras pendek, sehingga bertolak belakang dengan penggeledahan di DPR, yaitu Brimob bersenjata laras panjang," kata Bambang.
Menurutnya bila ada kekhawatiran kehilangan alat bukti, ruangan yang akan digeledah sudah lebih dahulu disegel KPK. Kemudian, apabila ada pihak yang ingin menghalangi proses penggeledahan, seharusnya bisa diantisipasi sehingga pendampingan Brimob bersenjata lengkap tidak perlu ada.
"Ini seharusnya bisa saling menghormati," tutur dia.
Sementara itu, anggota Komisi III Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan seharusnya kepolisian dan KPK berkoordinasi dengan Mahkamah Kehormatan Dewan dan meminta bantuan personil Pengamanan Dalam DPR dan Polisi Satuan Pengamanan Objek Vital saat akan menggeledah di gedung DPR.
"Karena, ada ruangan yang tidak boleh digeledah kalau status hukumnya belum jelas, maka kami minta pengamanan dari Pam Obvit," kata Dasco yang juga Wakil Ketua MKD.
Giliran Kapolri Jenderal Badrodin menjawab. Badrodin menegaskan bahwa pengeledahan yang dilakukan KPK sudah berdasarkan kesepakatan KPK-Polri. KPK punya kewenangan meminta bantuan Polri untuk mem-backup.
Terkait penggunaan senjata laras panjang, Badrodin itu didasarkan pada pertimbangan KPK dalam menilai tingkat kerawanan area yang akan digeledah. Badrodin mengatakan ketika itu, KPK menilai dibutuhkan Brimob bersenjata.
"Ini arahannya agar antara KPK-Polri ada kerjasama yang baik. Sehingga berdasarkan MoU itu, yang diminta adalah Brimob dengan kelengkapannya itu, maka kami berikan Brimob," katanya.
"KPK bisa menjadikan masukan bahwa melihat ancaman tempat penggeledahannya. Masa DPR seperti ini harus dikawal Brimob dengan senjata laras panjang dengan rompi antipeluru, upaya penggeledahan harus menjaga martabat lembaga tinggi negara," kata anggota Komisi III Fraksi PKS Nasir Djamil dalam rapat kerja Komisi III dengan Polri, Senin (25/1/2016).
Nasir meminta penjelasan dari Kapolri mengenai tindakan anggota Brimob Polri. Menurut Nasir perlu kehati-hatian saat menyertakan aparat keamanan dalam penggeledahan di DPR.
Senada, anggota Komisi III Fraksi PKB Jazilul Fawaid mengatakan lembaga DPR harus dihormati.
Jazilul berharap kerjasama KPK dan Polri terus dijaga, tapi juga perlu mempertimbangkan etika dalam pelaksanaan tugas sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman seperti yang terjadi sekarang.
"Saya harap kerjasama antar kelembagaan itu ketika melibatkan aparatnya bisa diberikan etika pembinaan," ujar dia.
Anggota Komisi III Fraksi Golkar Bambang Soesatyo malah membandingkan aparat yang menggunakan senjata saat menggeledah ruang kerja anggota DPR dengan penggeledahan terhadap bandar narkoba di Matraman, Jakarta Timur.
"Penggerebekan di Matraman hanya menggunakan senjata laras pendek, sehingga bertolak belakang dengan penggeledahan di DPR, yaitu Brimob bersenjata laras panjang," kata Bambang.
Menurutnya bila ada kekhawatiran kehilangan alat bukti, ruangan yang akan digeledah sudah lebih dahulu disegel KPK. Kemudian, apabila ada pihak yang ingin menghalangi proses penggeledahan, seharusnya bisa diantisipasi sehingga pendampingan Brimob bersenjata lengkap tidak perlu ada.
"Ini seharusnya bisa saling menghormati," tutur dia.
Sementara itu, anggota Komisi III Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan seharusnya kepolisian dan KPK berkoordinasi dengan Mahkamah Kehormatan Dewan dan meminta bantuan personil Pengamanan Dalam DPR dan Polisi Satuan Pengamanan Objek Vital saat akan menggeledah di gedung DPR.
"Karena, ada ruangan yang tidak boleh digeledah kalau status hukumnya belum jelas, maka kami minta pengamanan dari Pam Obvit," kata Dasco yang juga Wakil Ketua MKD.
Giliran Kapolri Jenderal Badrodin menjawab. Badrodin menegaskan bahwa pengeledahan yang dilakukan KPK sudah berdasarkan kesepakatan KPK-Polri. KPK punya kewenangan meminta bantuan Polri untuk mem-backup.
Terkait penggunaan senjata laras panjang, Badrodin itu didasarkan pada pertimbangan KPK dalam menilai tingkat kerawanan area yang akan digeledah. Badrodin mengatakan ketika itu, KPK menilai dibutuhkan Brimob bersenjata.
"Ini arahannya agar antara KPK-Polri ada kerjasama yang baik. Sehingga berdasarkan MoU itu, yang diminta adalah Brimob dengan kelengkapannya itu, maka kami berikan Brimob," katanya.