Ini Profil Krishna Murti, Gaya Polisi Seperti di Film

Suwarjono Suara.Com
Minggu, 24 Januari 2016 | 10:55 WIB
Ini Profil Krishna Murti, Gaya Polisi Seperti di Film
Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti [suara.com/Welly Hidayat]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebelumnya masyarakat mungkin tidak mengenal sosok Krishna Murti sebagai salah satu anggota Polri yang belakangan populer sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya karena berhasil mengungkap sejumlah kasus yang menyita perhatian publik.

Sejak 13 Mei 2015, anggota berpangkat komisaris besar polisi (kombes pol.) itu resmi menjabat Direskrimum Polda Metro Jaya menggantikan Kombes Pol. Heru Pranoto.

Krishna mengisahkan saat berusia muda tidak terpikirkan untuk menjadi anggota Polri yang melekat dengan seragam serba cokelat itu.

"Rata-rata tidak tahu polisi maunya jadi reserse. Akan tetapi, kalau anak polisi, ingin menjadi lalu lintas, kalau saya kan tidak tahu polisi karena tidak mengerti," kata Krishna.

Setelah malang melintang menjadi bagian dari Polri, pria kelahiran 15 Januari 1970 itu ingin membawa perubahan positif terhadap wibawa, karakter, dan "image" anggota Polri.

Krishna menyatakan salah satu kebijakan perubahan itu, yakni gaya polisi harus seperti dalam tayangan film.

Agar polisi bisa menjadi idola masyarakat, Krishna berpandangan anggota itu harus berpakaian yang menarik, misalnya celana bermodel, karena polisi satu-satunya institusi yang setiap hari masuk media televisi.

Krishna membanding Polri dengan instansi lain, seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau pejabat pemerintah daerah (pemda) yang masuk pemberitaan media massa saat menggelar "event" saja.

Menurut perwira menengah kepolisian itu, saat ini kamera televisi maupun media massa lain merupakan "branding" bagi penampilan anggota Polri dalam mengamankan, mengungkap kasus, maupun tugas mengatur lalu lintas.

Demikian, Krishna menekankan juga aparat kepolisian tidak hanya mengandalkan penampilan namun harus ditunjang dengan kemampuan dalam mengungkap kasus.

"Kalau pengungkapan bagus, penampilan tidak bagus akan percuma. Jadi, keduanya harus bagus," tutur lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1991 itu.

Salah satu branding untuk meningkatkan karismatik anggota Polri dengan mengenakan "merchandise" bertuliskan "Turn Back Crime" (TBC).

Krishna memopulerkan branding TBC yang menempel pada kaus biru tua dengan tulisan kuning dan putih agar masyarakat mudah mengingat keberadaan anggota Polri ketika terjadi tindak pidana.

Ia menilai anggota Polda Metro Jaya tidak dapat dibandingkan dengan anggota Polri di Bandung, Medan, Makassar, maupun kota besar di seluruh Indonesia.

"Polda Metro Jaya sebanding dengan (polisi) New York, Tokyo, London, dan Beijing. Bahkan, Singapura dan Kuala Lumpur tidak sebanding," ucap Krishna.

Oleh karena itu, anggota Polda Metro Jaya harus meniru gaya anggota di kota besar negara lain dengan tingkat kompleksitas yang tinggi dan penampilan bagus.

Bahkan, Krishna mencetuskan moto "komandan keren itu sudah biasa tapi anak buah lebih itu luar biasa" sehingga anggota Ditreskrimum Polda Metro Jaya harus berpenampilan menarik didukung kemampuan yang terbaik.

Dalam mendidik anggota, Krishna memiliki karakter "keras" sebagai pimpinan terlebih ketika anak buah diperintahkan untuk bekerja maka tidak boleh membangkang.

Selain itu, Krishna juga memiliki teori kepemimpinan yang harus menyebarkan "virus" seperti wabah TBC di Indonesia.

Krishna memprakarsai TBC kepada hampir seluruh anggota Polri di wilayah, bahkan masyarakat pun turut terkena imbasnya sebagai fenomena seperti keberhasilan anggota kepolisian di New York Amerika Serikat.

Karier Cemerlang Langkah awal Krishna saat daftar dan diterima menjadi taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) pada tahun 1988.

Saat itu, Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU), dan Polri masih tergabung ABRI. Namun, Krishna muda memilih pendidikan taruna kepolisian berdasarkan hasil psikotes.

"Bapak dan kakek saya merupakan tentara. Makanya, daftar AKABRI pada tahun 1988," ungkap Krishna.

Krishna sempat "galau" ketika dihadapkan pada dua pilihan masuk tentara atau Polri yang sebelumnya pernah terbayangkan seperti apa dunia kepolisian itu.

Akhirnya, Krishna memutuskan langkah menjadi taruna bersama 200 calon anggota Polri lainnya dengan menjalani secara serius sebagai pilihan jalan hidup.

Jika tidak lolos AKABRI, Krishna berencana kuliah di Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, atau universitas di luar negeri.

Selama 3 tahun pertama menjalani pendidikan taruna Akpol, Krishna mendapatkan tempaan pendidikan secara fisik dan mental.

"Semua pelajaran menarik dengan dunia baru eksplorasi ilmu kepolisian dan aktivitas fisik pada tingkat satu hingga tiga," kisah Krishna.

Satu kegiatan paling menarik bagi Krishna tentang kepemimpinan karena pernah menjadi komandan batalion taruna meskipun menjalani dengan lelah dan menguras energi karena kegiatan dari pagi hingga pagi.

Krishna menitikberatkan terhadap ilmu kepemimpinan dibanding akademis dalam menempuh ilmu kepolisian, seperti mengendalikan ratusan calon taruna untuk satu tujuan.

Lulus Akpol pada tahun 1991, Krishna menjadi perwira pertama (pama) Polda Jawa Tengah selanjutnya memutuskan menjadi reserse.

Padahal, pimpinan saat itu mengajak Krishna mengambil sekolah kedinasan pada Satuan Kerja Lalu Lintas.

Krishna mengingatkan hasrat ketika kecil yang berkeinginan menjadi detektif andal sehingga mulai menjalani pelatihan khusus untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas individu.

Pada satu kesempatan, Krishna yang berpangkat letnan dua (letda) menjabat Kapolsek Ranu Dongkal Pemalang, Jawa Tengah.

Memulai mengungkap kasus pembunuhan melalui olah tempat kejadian perkara dan menyelidiki namun anak buahnya mengajak ke tempat orang "pintar" (paranormal) dan mengandalkan informan guna mengungkap pembunuhan secara konvensional.

"Saya ubah paradigma itu bahwa polisi zaman sekarang harus olah TKP dan investigasi ilmiah," kata Krishna.

Selanjutnya, Krishna menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Polres Pemalang yang mengungkap perkara pencurian kendaraan bermotor maupun pencurian dengan kekerasan atau pemberatan hingga kembali tugas ke Akpol sebagai pengasuh taruna selama 3 tahun.

Pada tahun 1996, Krishna berpangkat letnan satu (lettu) berkesempatan berangkat ke Bosnia sebagai negara konflik antara negara pecahan Kroasia dan Serbia.

"Saya pertama kali melihat dampak perang yang dahsyat jutaan dan miliaran peluru, bahkan stadion sepak bola jadi kuburan massal," cerita Krishna.

Dari pengalaman tugas di luar negeri membawa Krishna didaulat sebagai anggota Polri yang dinas di jajaran PBB dengan salah satu misi mentrasisikan polisi Yugoslavia ke kepolisian Kroasia.

Krishna bertemu pejabat negara setingkat menteri dari hampir seluruh dunia untuk mendalami ilmu kepemimpinan dan cara bernegosiasi.

Memasuki 1997, Krishna kembali ke Indonesia menjabat Kanit Reserse Narkoba di Polwitabes Surabaya yang dihadapkan dengan berbagai kasus peredaran narkotika melibatkan warga sipil, oknum Polri, maupun tentara.

Krishna ikut Sekolah Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dengan lulusan terbaik pada tahun 2000 sehingga naik pangkat ajun komisaris polisi (AKP) yang ditempatkan sebagai Sekretaris Pribadi Kapolda Metro Jaya.

Selama menjadi Sekpri Kapolda Metro Jaya, Krishna makin menambah ilmu kepemimpinan, seperti cara mengelola organisasi atau lembaga.

Lepas sebagai sespri, Krishna dipercaya menjadi Kapolsek Penjaringan Jakarta Utara pada tahun 2001 selama 3,5 tahun hingga naik pangkat komisaris polisi (kompol).

Menjadi Kapolsek Penjaringan, Krishna membawa misi membersihkan Kalijodo yang terkenal dengan pusat narkoba dan praktik maksiat hingga meraih dua kali kapolsek terbaik.

Krishna mencatat beberapa pengungkapan kasus menarik, antara lain pembunuhan bos PT Asaba Boedyharto Angsono dan seorang pengawal Edi Siyep terjadi pada tanggal 19 Juli 2013.

Anggota gabungan pimpinan Krishna menciduk tiga pelaku pembunuhannya, yakni Gunawan Santoso, Suud Rusli, dan Letda Syam Ahmad Sanusi.

"Rahasianya olah TKP (maka) kasus pembunuhan akan selalu terungkap," tutur Krishna.

Krishna mengemban kembali menjadi Sekpri Kapolda Metro Jaya yang dijabat Irjen Polisi Firman Gani hingga dipercaya menjadi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara.

Tercatat saat Krishna menjabat kasat reskrim, pengungkapan kasus kriminal di Jakarta Utara meningkat hingga mengulirkan pelatihan reserse terintegrasi antara polres dan polsek.

Memasuki 2006, Krishna menjadi Wakil Kapolres Depok dan masuk lembaga pendidikan untuk persiapan sekolah pimpinan (sespim) di Singapura dan Australia hingga 2009.

Usai sespim, Krishna menjadi dosen Lemdikpol, kemudian dipercaya sebagai komandan kontingen pasukan ke Sudan.

"Saya orang Indonesia pertama masuk ke Darfur Sudan dengan kondisi tidur di tenda selama setahun," kisah Krishna.

Selama dinas di Sudan, Krishna membangun sistem pengamanan standar internasional karena terjadi penembakan terhadap 22 pasukan PBB yang dilakukan pemberontak.

Karena kerap bertugas di medan perang, Krishna menganggap serangan tembakan yang dilakukan pemberontak terhadap kendaraan yang ditumpanginya seperti hal biasa ketika di Bosnia.

Kembali ke Indonesia, Krishna menjadi Kanit Tindak Pidana Perbankan Bareskrim Mabes Polri yang mengungkap kasus berbagai tindak kejahatan perbankan berbagai modus, termasuk kasus Malinda Dee hingga mengembalikan aset negara sebesar 22 juta dolar terkait dengan kasus Bank Century.

Tidak cukup di situ, Krishna mengikuti seleksi selama setahun guna menjadi "Police Planning Officer" di Markas Besar PBB.

Krishna bersaing dengan 100 anggota kepolisian berasal dari 100 negara perwakilan yang terpilih hanya seorang.

"Saya terpilih perwakilan di PBB bersamaan dengan menjadi Kapolres Pekalongan, tetapi hanya 40 hari," ucapnya.

Setelah itu, pada tahun 2011, Krishna berangkat ke New York dengan pangkat kombes polisi yang bertugas memimpin perencanaan di UNPOL di Departemen Perdamaian Operasi (DPKO) PBB.

Krishna sebagai anggota Polri pertama yang dapat menempati satu posisi di Markas PBB dengan sangat selektif harus berbekal pengalaman kepemimpinan lengkap, pendidikan, sarjana strata dua, menulis buku bahasa inggris, dan mengelola organisasi.

Selama 4 tahun dinas di Markas PBB sejak 2011--2014, Krishna kembali ke Indonesia lolos menjalani Sekolah Pimpinan Tinggi (Sespimti).

Lulus Sespimti sebagai lulusan terbaik pertama, Krishna diberikan emban jabatan Direskrimum Polda Metro Jaya pada tahun 2015.

Sebelum menjadi Direskrimum Polda Metro Jaya, Krishna sempat menjabat komandan satgas polisi di Yaman yang mampu mengevakuasi 2.000 warga Indonesia ke Oman dan Arab Saudi saat terjadi perang besar.

Warga Indonesia itu dikembalikan ke Tanah Air sebagai misi besar yang digagas Kementerian Luar Negeri RI yang dipimpin Krishna Murti dari unsur Polri.

"Misi berhasil dan saya mendapatkan penghargaan dari Kemenlu RI," tutup perwira menengah kepolisian itu. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI