“Dia bilang, ada orang gila yang berani melawan saya, ingin merubah Pancasila. Saya dicap gila, saya dikatakan mau merubah Pancasila dasar neagra, “ kata Wiman.
Meskipun sudah dicap gila dan dinilai mau melawan, Soherto tidak langsung menangkapnya. Beberapa waktu setelah pidato di Tapos Bogor tersebut, barulah dirinya mulai dinterogasi oleh tiga pihak, dan dilakukan secara terus menerus. Kata Wiman, pihak Kepolisian menginterogasinya sebanyak satu kali, oleh kejaksaan sebanyak lima kali, dan oleh 12 Jenderal, dimana di dalamnya ada, Wiranto dan Soesilo Bambang Yudhoyoni, dan juga jenderal lainnya. Interogasi yang sangat melelahkan tersebut terjadi sejak tahun 1994.
“Di kepolisian saya diinterogasi oleh lima orang, tapi tiga jenderal yang tambahan, saya usir, dan mereka keluar. Saya tidak ditahan dan disuruh pulang lalu tidak dipanggil lagi. Dikejaksan lima kali, sama juga di suruh pulang, dan tidak dipanggil kembali hingga sekarang, dan oleh 12 jenderal, Wiranto yang paling galak,” katanya.
Sempat mengalami nafas lega, Wiman akhirnya harus benar-benar diringkuk oleh Soeharto di dalam penjara.
Berawal dari Haul Bung Karno pada bulan Juli 1996, dimana dirinya berziarah ke makam Bung Karno. Dalam kunjungan tersebut, dirinya mendapatkan keajaiban, yakni dari potretan kameranya yang diambil oleh temannya, ada bayangan Bung Karno yang muncul dari Batu Nisan. Pada saat itu dirinya sedangn duduk bersilah didepan makam Bung Karno. Tidak berhenti disitu, pada hasil jepretan kamera yang lain, dari makam Bung Karno keluar cahaya yang mengarah kepadanya. Dan katanya itu adalah keajaiban. Pada akhirnya foto tersebut disita oleh Soharto karena dianggap supersemar gaib yang mau menggulingkan pemerintah yang sah.
“Terus pada tanggal 4 September 1996, ada konferensi pers dan rapat raksasa di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di jalan Diponegor 74. Hadir wartawan dalam negeri dan asing, perwakilan kedutaan besar yang ada di jakarta. Saat itu ditanya siapa yang mau jadi preiden lawan Soeharto, Ali Sadikin, tidak bersedia, Adnan Buyung Nasution, tidak bersedia, Todung Mulya Lubis, tidak bersedia, Amien rais, tidak ,bersedia, lalu Wimanjaya. Saya langsung berteriak, bersedia, siaaapp,” katanya dengan semangat berteriak meniru gayanya dulu dengan gaya menyatakan siap, seperti sedang menghormati Bendera merah Putih kalau saat sedang Upacara Bendera.
Setelah peristiwa pencalonan diri menjadi Presiden tersebut, dirinya langsung ditangkap. Namun, dirinya tidak ditangkap di Jakrta, melainkan saat dirinya pulang ke kampungn halamannya di Sangir Talaud Manado untuk meminta restu orang tua dan keluarganya menajdi Presiden.
“Baru pada tanggal 4 September tahun 1996 itu, sa ya satu-satunya calon presiden yang melawan Soeharto, saya berangkat ke Sangir, ktemu ayah dan ibu saya. Saya sunkem terus saya bilang saya mau jadi Presiden RI. Baru ciuman dengan Bapa dan Ibu saya, tahu-tahunya bapak dan Ibu saya kaget dan gemetaran, loh kenapa seluruh halaman rumah sudah dipenuhi tentara, polisi, sepeda motor, dan jeep. Waduh, saya langsung ditangkap, dibawa ke Manado dengan kapal, baru dari manado dengan pesawat dibawa ke jakarta, baru masuk tahanan Mabes Polri satu tahun kemudian dipindahkan ke Cipinang selama dua tahun,” katanya tetap dengan riang dan semangat.
Namun, status terdakwanya sebenarnya lima tahun, dan karena dia dibebaskan pada sebulan sebelum Soeharto lengser pada taun 1998, dimana pada waktu itu dia langsung gabung dengan mahasiswa untuk mendudki senayan dan meminta Soeharto lengser. Dirinya pun hanya dipenjara dua tahun.
Namun, karena statusnya masih terdakwa saat dikeluarkan dari penjara, Wimajaya mau agar dirinya benar-benar bebas. Iapun meminta agar perkaranya dibuka kembali. Dan tim baru pada saat itu memutuskan, bahwa dirinya tidak bersalah, karena dalam bukunya tidak mengandung tindakan kriminal. Pada tahun 2001 pun, dia resmi bebas.