Suara.com - Kekejaman Presiden Soeharto semasa kepemimpinnya selama kurang lebih 32 tahun sangatlah diraskan oleh orang yang sangat menenetangnya.Orang-orang yang tidak sepaham dan tunduk pada kebijakannya pasti akan menjadi sasaran kekejaman para tentaranya.
Salah satu orang yang menjadi korban dari brutalnya kebijakan Presiden kedua Republik Indonesia adalah Profesor Doktor Wimanjaya Keeper Liotohe. Pria yang sudah berusia 83 tahun tersebut bercerita bahwa dirinya sangat dibenci oleh Ayah dari Tommy Soeharto tersebut.
“Sebenarnya Soeharto itu sudah mulai membenci saya ketika saya menulis buku pertama saya. Buku prtama saya itu judulnya ‘Reformasi Sistem Nasional’. Istilah reformasi di Indonesia itu sebenarnya saya yang mencetuskan pertama kali melalui buku Reformasi Sistem Nasional itu,” kata Pak Wiman saat berbincang dengan Suara.com di rumahnya di Jalan poltangan III Gang Pejambon Pasar Minggu, jakartta Selatan, Jumat(22/1/2016) sore.
Namun sebenarnya, bukan karena beredarnya buku tersebut di masyarakat yang membuat dirinya dipenjarakan oleh Soeharto. Pria yang mendapat gelar Profesor di Amerika Seerikat tersebut menceritakan bahwa alasan Pria yang berhasil mengambil alih kekuasaan dari tangan Preiden pertama Bung Karno tersebut memenjarakan dirinya karena menulis sejumlah buku tntang kebobrokan Soeharto semasa menguasai kursi nomor satu di Indonesia.
“Tidak, bukan itu(Buku Reformasi Sistem nasional). Yang mengganggu bagi Soeharto itu buku ‘Primadosa’, isinya dosa Soeharto sebanyak tiga jilid. Kemudian buku ‘Primadusta’ tentang Supersemar sebanyak dua jilid, dan buku ‘Primaduka’ pmbunuhan tiga juta rakyat Indonesia dari Sabang Sampai Merauke, dari Sangir Talaud sampai Rote, dari Tahun 1965 sampai tahun 1998. Itu menjadi alasan pemerintah Soeharto memenjarakan saya,” kata pria yang diusia 83 tahun tersebut kepalanya masih dhiasi oleh banyak rambut yang masih berwana hitam.
Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Hubungan masyarakat di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat selama 15 tahun tersebut lantas menceritakan awal dirinya menuliskan buku yang membangkitkan amarah sang penguasa saat itu. Wiman mengatakan bahwa pada saat itu dirinya diundang oleh Organisasi Internasional Perserikatan Bangsa-Bnagsa (PBB) untuk berpidato di Markas Besarnya di Jenewa Swiss. Dan itu terjadi pada tanggal 17 Agustus tahun 1993, bertepatan dengan perayaan ulang Tahun RI yang ke-48. Dalam pidato dihadapan tamu internasional tersebut, Pria kelahiran Sangir Talaud Manado tersebut menyampoaikan pelanggaran Hak Asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintahan RI, dalam hal ini Soeharto.
“Iya mula-mulanya dari situ, kemudian pada bulan Oktober 1993 itu, saya luncurkan Buku ‘Primadosa di Balai Kota Amsterdam Belanda kepada masyarakat Indonsia di Belanda, tetapi saat itu dihadiri juga oleh pers, radio, dan televisi,” katanya menjelaskan..
Rupanya Wiman yang pada waktu itu berbicara denagn berapi-api saat meluncurkan buku di Belanda tersebut tidak pernah memiliki rasa curiga sedkit pun bahwa ada orang yang siap menjatuhkannya. Dia pun tidak tahu kalau ada intel Indonesia yang pada saat itu bertugas di Belanda mngirimkan buku tersebut ke Indonsia. Dimana, dalam ceritanya tersebut buku tersebut dikirim kepada Ketua Sentral organisasi karyawan Swadiri Indonsia( SOKSI) yang pada saat itu dijabat oleh Almarhum Suhardiman. SOKSI ini adalah organisasi yang melahirkan Partai Golkar dan kemudian menjadi organisasi sayapnya, Partai Berlambangh Beringin tersebut.
“Rupanya ada buku saya yang diselundupkan oleh Intel Indonesia yang bertugas di Belanda kepada Ketua SOKSI, Suhardiman waktu itu, Suhardiman kasih kepada Pangkokaptib Sudomo dan Sudomo kasih ke Soeharto. Soeharto marah sekali, kemudian dia kumpulkan 400 perwira di Tapos Bogor,” kata Pria beranak enam tersebut.
Dalam pidatonya dihadapan 400 perwira di lokasi peeternakan pribadinya di atas tanah seluas 7000 hektar tersebut, kata Wiman, Soharto mengatakan dirinya orang gila. Tulisanya dalam buku tersebut diniliai oleh Soeharto sebagai upaya untuk melawan dirinya.