Suara.com - Gugatan Wimanjaya Keeper Liotohe (83) senilai Rp1 miliar terhadap pemerintah Soeharto dimenangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (21/1/2016) lalu. Dengan demikian, negara wajib memberikan kompensasi kepada kakek tersebut.
Wimanjaya menggugat atas hukuman selama dua tahun yang pernah diterimanya. Dia dihukum karena dianggap menghina martabat pemerintahan Soeharto lewat bukunya yang berjudul Primadosa, Primadusta, dan Primaduka. Buku tersebut, ketika itu dilarang beredar.
Saat ditemui Suara.com di kediamannya, Jalan Poltangan III, Gang Jambon 39, RT 4, RW 10, Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Wimanjaya bercerita panjang lebar.
Sebenarnya dia menggugat sebesar Rp126 miliar. Hal itu berdasarkan hitung-hitungan atas kerugian yang dialami selama dipenjara.
"Dalam gugatan saya pada Januari 2015 tersebut, saya meminta ganti rugi sebenarnya Rp126 miliar. Angka tersebut dihitung dari rugi material dan imaterial yang saya alami," kata ayah dari enam orang anak.
Gara-gara dipenjara pada tahun 1990-an, dia tidak bisa lagi beraktivitas secara normal.
Wimanjaya bercerita dulu dia seorang dosen. Dia sering diundang untuk berpidato di konferensi internasional. Mantan guru SMA Tentara di Kodam V Jaya di Jalan Perwira, Jakarta, tersebut pernah pidato di Markas Besar PBB di Jenewa, Swiss, tentang HAM.
"Setelah itu saya dicekal untuk keluar negeri, tidak bisa mengajar seperti biasanya lagi. Padahal saya sering diundang ke konferensi Internasional, jadi kerugian materilnya ada, dan yang lainnya kerugian immateril," kata lelaki bergelar profesor yang didapat tahun 2004.
Di persidangan tahun 2015 lalu, Wimanjaya pernah mengajukan protes ke Amnesti Internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa, atas apa yang dialaminya, tetapi masalahnya tak juga selesai.
Setelah sekian lama, sampai akhirnya, pengadilan membuka kasusnya kembali dan dia dinyatakan tidak bersalah.