Suara.com - Israel, pada Kamis (21/1/2016), mengkonfirmasi kabar soal rencananya mencaplok sejumlah besar lahan subur di kawasan Tepi Barat, dekat dengan Yordania. Langkah negara Zionis ini diramalkan bakal memperparah ketegangan dengan negara-negara Barat dan menuai kecaman dari dunia internasional.
Dalam sebuah surat elektronik yang dikirim kepada Reuters, Koordinator Aktivitas Pemerintah di Kawasan (COGAT), sebuah unit di Kementerian Pertahanan Israel, mengatakan Israel sudah mengambil kebijakan politik untuk merampas kawasan tersebut. Saat ini, kata mereka dalam surel tersebut, lahan yang dirampas sedang dalam proses pengubahan status menjadi tanah Israel.
Pengambilalihan lahan di Tepi Barat itu pertama kali dilaporkan oleh Radio Angkatan Darat Israel. Lahan yang dirampas memiliki luas 154 hektar dan terletak di kawasan Lembah Yordan, dekat dengan daerah Yerikho. Sejatinya, Israel sudah lebih dulu membangun banyak permukiman Yahudi di lahan milik warga Palestina tersebut.
Langkah tersebut tentu saja menuai kecaman. Salah satunya adalah dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Ban Ki-moon. Ban, pada Rabu, mengecam perampasan tersebut. Perampasan tersebut adalah yang terbesar di Tepi Barat sejak bulan Agustus 2014 silam.
"Aktivitas permukiman (Yahudi) adalah sebuah pelanggaran hukum internasional dan bertentangan dengan sikap pemerintah Israel yang katanya mendukung solusi dibentuknya dua negara (Israel dan Palestina) dalam konflik ini," kata Ban dalam sebuah pernyataan.
Lahan yang dirampas sudah dijadikan lahan pertanian oleh pemukim Yahudi dan didiami oleh warga sipil Israel. Lokasinya terletak dekat tepi Laut Mati bagian utara. Lansiran Reuters, tidak ada seorang warga Palestinapun yang tinggal di lahan tersebut.
Tentu saja, perampasan itu ditentang oleh pejabat Palestina. Salah satunya adalah anggota senior Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Ashrawi, yang menyebut langkah Israel sebagai pelanggaran hukum internasional.
"Israel mencuri lahan khususnya di Lembah Yordan dengan alasan pembenaran, mereka ingin menganeksasinya," kata Hanan kepada Reuters.
"Ini seharusnya sudah bisa dijadikan alasan bagi komunitas internasional untuk melakukan intervensi yang nyata dan efektif guna mengakhiri agresi Israel yang mengancam kelancaran perdamaian," sambung Hanan.
Sementara itu, menanggapi aksi Israel, Amerika Serikat, yang notabene sekutu Israel, juga memberikan pernyataan tegas.
"Kami yakin bahwa mereka secara fundamental tidak sesuai dengan solusi dua negara dan kami mempertanyakan komitmen Israel untuk mewujudkan dua negara di kawasan konflik tersebut," kata juru bicara Wakil Departemen Luar Negeri AS Mark Toner.
Warga Palestina ingin membangun sebuah negara yang merdeka di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur, kawasan yang dirampas Israel pascaperang Timur Tengah pada tahun 1967.
Sebaliknya, kenyataan yang ada saat ini, ada sekitar 550.000 pemukim Yahudi yang tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Sementara itu, ada sekitar 350.000 warga Palestina yang tinggal di kawasan Yerusalem Timur dan 2,7 juta lainnya di Tepi Barat.
Israel ingin, jika kesepakatan damai dan pembagian wilayah terjadi, mereka mendapat kawasan yang saat ini sudah menjadi permukiman warga Yahudi di dekat Kota Yerusalem dan perbatasan Israel, juga Lembah Yordan. Mereka memanfaatkan kawasan tersebut untuk tujuan pertahanan dan pertanian. Namun, Palestina menolak hal itu. (Reuters)
Israel Caplok Lahan Subur di Tepi Barat, Palestina Berteriak
Ruben Setiawan Suara.Com
Jum'at, 22 Januari 2016 | 01:00 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Pejabat AS Tegaskan Belum Ada Keputusan Final soal Gencatan Senjata Israel dengan Hizbullah
25 November 2024 | 13:59 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI