Suara.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan mengizinkan proses sita paksa terhadap aset dari Yayasan Supersemar. Nilai asetnya sampai Rp4,4 triliun. Itu dilakukan jika tuntutan tidak dipenuhi.
"Waktunya delapan hari untuk melaksanakan isi putusan," kata Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna di Jakarta, Rabu (20/1/2016).
Jika dalam waktu delapan hari tidak bisa terpenuhi atau kondisi tidak berubah, maka kejaksaan dipersilakan untuk melakukan penyitaan dan juru sita sudah ditunjuk. Saat ini, Kuasa Hukum Supersemar Bambang Hartono juga sedang mangajukan gugatan perdata baru mengenai jumlah sebenarnya uang yang tidak sampai Rp4,4 triliun.
Namun, belum diketahui apakah gugatan tersebut disetujui oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya, dalam Peninjauan Kembali yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada 8 Juli 2015, Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dolar AS dan Rp139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp4,4 triliun dengan kurs saat ini.
Pada tanggal 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Beasiswa Supersemar bersalah menyelewengkan dana dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Seperti diketahui, berdasarkan putusan MA, kebocoran dana yayasan Supersemar telah mengalir ke sejumlah bank dan juga beberapa perusahaan, yaitu, Bank Duta, kini menjadi Bank Danamon, Sempati Air, PT Kiani Lestari, PT Kalhold Utama, Essam Timber, PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri, dan Kosgoro. (Antara)