Suara.com - Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso mengatakan mendeteksi lokasi yang akan diserang teroris tidak mudah. Soalnya, sekarang mereka tidak mengenal tempat, waktu, dan sasaran.
"Sulit sekali dideteksi, kapan akan dilakukan, dimana akan dilakukan, karena pada saat bicara waktu, tempatnya dimana, siapanya ini. Mereka nggak ada komunikasi lewat jaringan," ujar Sutiyoso dalam jumpa pers di kantor BIN, Kalibata, Jakarta, Jumat (15/1/2016).
Sutiyoso mengatakan hal ini sehari setelah serangan teror mengguncang Jakarta. Starbucks dan pos polisi di Jalan M. H. Thamrin dijadikan sasaran bom bunuh diri dan menewaskan tujuh orang, termasuk lima pelaku.
Sutiyoso menyebut teror di Jalan Thamrin, kemarin, mirip serangan di Paris, Prancis, tahun 2015.
"Masalahnya aksi teroris itu, dia tidak kenal ruang tempatnya di mana, waktunya kapan semua dilakukan dan ketiga sasarannya. Umumnya bukan di Indonesia saja, waktu di Paris serangan itu obyek vital yang jaga ketat, ternyata yang diserang tempat konser dan restoran," katanya.
BIN, katanya, sebenarnya sudah menangkap sinyal pada November 2015 bahwa mereka akan melakukan serangan.
"Itu sinyal bahwa dia memiliki kemampuan untuk menyerang orang-orang. Dari monitoring kita, terjadi pelatihan seperti militer dilakukan kelompok radikal, jadi memang keberadaan ISIS eksis ada," kata Sutiyoso.
Sinyal yang ditangkap intelijen negara, antara lain muncul jelang Natal tahun 2015 dan tahun baru 2016. Tapi rencana aksi dengan mengambil dua momentum itu berhasil dicegah aparat keamanan. Lalu, mereka merencanakan aksi lagi.
"Mereka akan melakukan aksi, begitu ketatnya aparat dari kepolisian sehingga serangan ditunda. Lalu informasi yang kita dapatkan tanggal 9 Januari, akan ada serangan, nyatanya tidak terjadi lagi, jadi bisa saja dia ubah sehingga kemarin (15/1/2016) dilakukan," tuturnya
BIN mengajak kerjasama masyarakat untuk selalu waspada dengan lingkungan masing-masing.
"Kami imbau kepada masyarakat agar waspada dan selalu minta bantuan kepada kita khususnya aparat intelijen terkait informasi, jika melihat di sekeliling ada hal yang mencurigakan, yang aneh atau tidak lazim," katanya.
Sutiyoso juga mengatakan saat ini banyak ratusan orang Indonesia yang menjadi pendukung ISIS di Suriah dan sebagian telah kembali ke Indonesia.