Suara.com - Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti mengumumkan dua tersangka kasus meninggalnya Allya Siska Nadya (33). Allya merupakan korban dugaan malpraktik di klinik Chiropractic First. Kedua tersangka itu adalah Randall Cafferty dan Kan Wai Ming.
Penetapan keduanya sebagi tersangka setelah Polda Metro melakukan gelar perkara selama tiga jam atas kasus yang mengakibatkan orang meninggal dunia dengan menggunakan alat atau metode yang minimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter yang telah memiliki tanda izin, dan memberikan pelayanan medis tidak sesuai dengan standar kedokteran. Hal ini membuat Allya meninggal dunia.
"Hasil gelar perkara ini sudah dimatangkan dengan hasil gelar otopsi yang telah dilakukn dokter forensik Polda Metro Jaya pagi kemarin. Dengan kesimpulan gelar kami menetapkan sodara Randall Cafferty sebagai tersangka," ucap Krishna di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (14/1/2016).
Randall merupakan orang yang memeriksa Allya. Randall melakukan manipulasi tulang belakang standar kepada almarhumah Allya yang membuatnya merasa lebih enak dan kembali lagi pada hari berikutnya, yaitu 6 Agustus 2015, untuk perawatan kedua pada siang hari dan almarhumah tidak menyampaikan keluhan apa-apa setelah menjalani perawatan.
Randall diduga melanggar 6 ketentuan undang-undang. Namun dua di antaranya merupakan kewenangan pihak Imigrasi. Empat ketentuan Undang-Undang yang disangkan, antara lain:
Pasal yang disangkakan adalah pasal 122 hurup A UU RI Nomor 56 tahun 2011 tentang keimigrasian. Dipidana paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp5 juta.
Pasal tersebut berbunyi: "Setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan."
"Yang bersangkutan kalau nggak salah melakukan visa kunjungan bisnis tapi melakukan praktik kedokteran," jelas Krishna.
Kemudian kedua pasal 191 UU RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Pasal tersebut bunyinya 'setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik-praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 ayat 1 sehingga mengakibatkn kerugian harta benda luka berat atau kematin dipidana paling lambat 1 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Selain itu ia juga dikaitkan dengan pasal 83 dan pasal 84 ayat 2 UU RI tahun 2014 tentang tenaga kesehatan. Pasal tersebut berbunyi, 'setiap orang yang bukan tenaga kesehatan melakukn praktik seolah-olah sebagai tenaga kesehatan yang telah memiliki izin dapat dipidana selama 5 tahun, jika klienya mengakibatkan kematian bisa dipidana penjara paling lama 5 tahun. Dan dikaitkan dengan pasal 77 dan 78 UU RI nomor 9 tahun 2004 tentang praktik kedokteran yg ancamanya 5 tahun.
"Kemudian dikaitkan dengan pasal 73 ayat 2 UU yang sama, setiap orang dilarang menggunakan alat atau metode dalam memberikan pelayanan ke masyarakat yang seolah-olah yang bersangkutn adalah dokter," ucapnya.
"Jadi yang bersangkutan melanggar banyak perizinan pasal itu, dan diakumulasikn pasal 35 KUHP, 'barang siapa karena kesalahannya menyebabkan kematian, matinya seseorang dapat dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun," sambung dia.
Sedangkan Kan Wai Ming merupakan pemilik dari Chiropractic First. Dia merupakan warga negara Malaysia yang juga pemilik dari Chiropractic First.
"Selain saudara Randall kami tadi malam juga menetapkan tersanga terhadap Kan Wai Ming warga negara Malaysia kelahirn Selangor, Malaysia," kata dia.
Pemilik Chiropractic First itu disangkakan melanggr pasal 122 hurup b UU RI nomor 6 tahun 2009 tentnag keimigrasian. Kan Wai Ming bisa diancam selama 5 tahun dan juga pasal 185 junto pasal 142 ayat 1 dan ayat 2 UU nomor 13 tahun 2003 tentnag tenagakerjaan.
"Jadi kita kaitkan dengan ketenaga kerjaan karena yang bersangkutan mempekerjakan orang tanpa izin. Ini ancamanya 4 tahun masuk kategori pidana, serta melanggar pasla 42 ayat 1 dan 2, UU nomor 13 tentang tenaga kerja," ucapnya.
"Jadi tadi malam ditetapkan 2 orang tersangka Dr Randall dan Kan Wai Ming yang memiliki usaha Chiropractic First," Krishna menambahkan.