Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak akan mencampuri persoalan sengketa tanah antara warga Jalan Taman Kebon Sirih 3, nomor 9, RT 9, RW 10, Kelurahan Kampung Bali, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, bernama Diana dan PT. Asuransi Jiwasraya.
"Saya sudah minta wali kota cek. Karena kalau kita baca berita ini memang inkrah. Kalau persaingan hukum antar orang kita nggak bisa campur sebenarnya," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Menurut Ahok berdasarkan pemberitaan di media masa Diana beserta keluarga mengaku sudah menempati rumah tersebut sudah dari puluhan tahun, namun sertifikatnya dimiliki Jiwasraya
"Berarti surat ini punya Jiwasraya. Dia disuruh keluar nggak mau keluar. Dia minta ganti uang nggak sesuai. Ini gugat menggugat siapa yang lebih berhak," ujarnya
"Misalnya contoh begini. kalau kita kuasai bangunan ini, kita nggak mau keluar, kita mau diusir keluar kita dibilang melanggar HAM, kira-kira yang melanggar HAM siapa? itu yang masalah," Ahok menambahkan.
Saat ini Diana beserta keluarganya mengurung diri di rumah dan mengharapkan adanya bantuan dari pemerintah Jakarta.
"Kita nggak bisa lindungi, kalau dia salah gimana? sama kayak kantor Wali Kota Jakarta Barat sertifikat punya DKI trus digugat kita kalah. Udah kalah dibongkar, dibongkar terus bayar sewa sama dia Rp40 miliar. Bisa nggak kita menolak? nggak bisa," katanya.
Ahok menyarankan Diana menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahannya.
"Dia harus gugat, dia mesti lapor polisi. Makanya saya nggak tau, itu mestinya gugat. Harus langsung lapor polisi kalo udah seperti itu," katanya.
Sebelumnya beredar surat elektronik yang ditulis Diana untuk Ahok. Berikut ini isi surat Diana. Surat ini berjudul 'Urgent! TOLONG kami terkurung dalam rumah.'
BACA JUGA:
Rumah Jessica Digeledah, Polisi Temukan Bukti Penting
Pak Ahok yang terkasih,
Saya Diana, warga Jakarta Pusat, Jl. Taman Kebon Sirih 3 no.9, RT.009 RW 010, Kelurahan Kampung Bali, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat 10250.
Kami sudah terkurung 3 hari di dalam rumah, tidak bisa beraktifitas normal, TOLONG kami Pak AHOk.
Pada hari Rabu tgl.6 Januari 2016, pagi-pagi sudah berkumpul polisi Polres Jakarta Pusat, dan tentara. Jam 8 pagi datang rombongan orang-orang Ambon preman, teriak-teriak di depan rumah, loncat pagar, lalu pintu dan jendela kami di palang, dan pintu pagar depan dan pintu garasi dirantai gembok dari luar. Polisi membiarkan peristiwa tersebut terjadi. Kami ketakutan.
Jam 10 pagi, suami saya mencoba keluar rumah melalui atap garasi, namun naas, jatuh, tangan dan kaki patah, teriak-teriak kesakitan, tapi tidak ada yang bisa menolong. Malam harinya baru bisa dikeluarkan oleh bantuan warga, ditandu keluar, disaksikan pak Lurah Kampung Bali, Ketua RW 010 dan Ketua RT 009. Namun hingga hari ini, Jumat tgl.8 Januari 2016, kami masih terkurung di dalam rumah, tiada yang menolong. Anak-anak tidak bisa sekolah. Tolong kami pak Ahok.
Makanan kami sehari-hari dibantu warga, melalui ibu RT memberikan lewat tetangga belakang rumah.
Sebelumnya kami mendapat panggilan polisi untuk datang pada hari Rabu tgl.6 Januari 2016 untuk diperiksa dalam laporan pidana memasuki rumah tanpa ijin pemilik. Rupanya itu akal-akalan polisi dan pengacara Jiwasraya. Karena pada hari dan jam yang sama mereka kirim surat ke Kelurahan bahwa akan ada Eksekusi terhadap rumah kami dan minta bantuan aparat kelurahan. (Eksekusi Illegal, tanpa ada putusan dari Pengadilan Negeri yang harus dibacakan oleh Panitera).
Akhirnya kami tetap bertahan di rumah, hingga sekarang. Tolong kami. Sebelum peristiwa tersebut terjadi, mereka sudah sering melakukan Somasi per surat dan datang ke rumah, meminta kami segera mengosongkan rumah. Untuk meredam itu, karena mereka tidak pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri untuk Eksekusi, maka kami sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Pengacara kami, dan kami sudah pasang Plang bahwa tanah dan bangunan ini sudah diperkarakan di PN.
Namun, mereka tetap berusaha melakukan Eksekusi Illegal dengan berbagai macam cara, dan peristiwa tersebut terjadi tgl.6 Januari 2016, mereka pasang plang di depan plang yang kami pasang. Pengacara kami sedang berupaya untuk melobi polisi Polda Jakarta, supaya gembok rumah kami bisa dibongkar. Namun kapan? Tolong Pak AHOK. Ini jelas Pelanggaran HAM yang harus diketahui KOMNAS HAM juga.
Latar belakang riwayat tanah yang disengketakan :
Kami ada permasalahan tanah & bangunan ex. peninggalan Belanda dengan pihak perusahaan BUMN, yaitu PT.Asuransi Jiwasraya (Persero). Keluarga kami telah menempati persil (tanah dan bangunan) di Jl.Taman Kebon Sirih III no.9 (d/h Kebon Sirih Park 21) secara turun temurun dari kakek kami R.Moh.Moechsin, sejak desember tahun 1946 dan membayar sewa bulanan persil ke Kantor Administrasi Belanda yaitu Kantor NV. Administratiekantoor Klaasen & Co Batavia. (Bukan kantor Asuransi Belanda!).
Tahun 1994 pihak Jiwasraya memperoleh sertifikat HGB untuk 30 tahun s/d th.2024. Kami tidak tahu ada sertifikat tersebut, karena yang melegalkan adalah BPN Jakarta Pusat. Kami baru tahu sekitar tahun 2007 ketika ada permintaan pengosongan rumah melalui Dinas Perumahan DKI, Kemudian kami melakukan SKPT ke BPN Jakarta Pusat, dan baru tahu ada sertifikat HGB. Saya protes ke pihak BPN, kenapa koq bisa terbit sertifikat HGB padahal ada Penghuni di dalam rumah? Jawaban BPN : ibu kalah cepat melakukan sertifikasi tanah. Karena tanah ex.Belanda menjadi tanah Negara.
Sepertinya ada banyak oknum yang bermain, baik di pihak Jiwasraya, BPN, Dinas Perumahan. Karena kami tidak mempunyai perjanjian sewa menyewa dengan PT.Asuransi Jiwasraya, tidak ada SIP dari Dinas Perumahan DKI juga. Kakek kami menyewa persil ke kantor Administrasi Belanda bukan ke kantor Asuransi Belanda.
Kami pernah mengajukan gugatan ke PTUN untuk Surat Peritah Pengosongan dari Kepala Dinas Perumahan DKI, Namun kami kalah karena lawan kami adalah negara dan punya uang, kami tidak. Buktinya, biro hukum Jiwasraya yang mewakili di PTUN, mendadak diganti setelah sidang pembuktian alat bukti, sidang ditunda-tunda terus, sampai kesimpulan, biro hukum jiwasraya diganti oleh Pengacara, dan mereka menang, gugatan kami ditolak. Kami sudah melapor ke Komisi Yudisial, namun kekurangan saksi. Dasar inilah yang dipakai oleh Jiwasraya untuk upaya melakukan Eksekusi Illegal. Tolong kami pak Ahok.
Sertifikat HGB Jiwasraya seperti seseorang punya Ijazah tapi tidak pernah Sekolah. Begitu juga HGB Jiwasraya, punya sertifikat HGB tapi tidak pernah membangun rumah, tidak pernah merawat rumah, tidak pernah bayar pajak PBB. Justru kamilah yang merawat rumah, bayar PBB dll. Namun secara Legalitas, Jiwarsaya punya Sertifikat HGB, sedangkan kami hanya Penguasaan Fisik, sehingga mereka berupaya untuk menyerobot rumah yang kami tempati sejak tahun 1946.
Apakah pak Ahok bisa bantu kami? Karena kami sudah tidak percaya dengan Polisi yang terang-terangan berpihak ke Jiwasraya. Lawan kami adalah Negara (BUMN, aparat Polisi, BPN, dll). Siapakah yang dapat kami percaya untuk menolong kami?
Tolong kami, supaya kami tidak ketakutan terhadap ancaman Eksekuisi illegal dari pihak Negara. Tolong kami supaya bisa berktivitas normal kembali. TOLONG......
Terima Kasih pak Ahok, kiranya saat sekarang masih ada orang yang menolong kami.
BERITA MENARIK LAINNYA:
Angel Karamoy Minta Steven Rumangkang Tutup Mulut
18 Bulan Lawan Kanker, Legenda Musik David Bowie Meninggal Dunia