Suara.com - Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong pemerintah memperluas promosi produk mebel di pasar internasional. Sebab masih lemahnya permintaan impor dari negara-negara mitra dagang utama.
Wakil Ketua Asmindo DIY Endro Wardoyo mengatakan hingga saat ini kinerja ekspor para pengusaha mebel masih mengalami penurunan. Khususnya di pasar utama seperti Eropa, Jerman, serta Jepang.
"Di sebagian besar negara-negara tujuan ekspor hingga kini permintaan mebel masih lesu," kata dia, Minggu (10/1/2016).
Menurut dia, untuk pengusaha mebel dengan pengiriman ekspor skala besar turun dari empat menjadi dua kontainer per bulan, sedangkan untuk eksportir skala kecil dari dua menjadi satu kontainer per bulan.
"Bahkan kadang-kadang sama sekali tidak ada permintaan," kata dia.
Oleh karena itu, ia menilai kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan rata-rata Rp150 per liter belum memberikan dampak signifikan bagi para pengusaha. Khususnya yang telah merambah pasar ekspor.
Endro mengatakan kebijakan ekonomi yang lebih dibutuhkan para eksportir dari pemerintah adalah perluasan akses pasar ekspor serta memfasilitasi promosi produk dalam negeri di setiap "event" internasional.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan upaya diversifikasi pasar ekspor, sehingga akses pasar bukan hanya terfokus pada pasar Eropa, Jerman, serta Jepang, melainkan juga pasar nontradisional, seperti Banglades, Afrika, serta negara-negara Timur Tengah. Perluasan akses pasar juga diperlukan untuk pasar domestik.
"Pasar domestik dengan jumlah penduduk sebanyak 250 juta jiwa saya kira cukup potensial digarap," kata dia.
Meski demikian, ia optimistis produk mebel atau kerajinan Indonesia. Khususnya di DIY, masih dapat menjadi andalan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Namun inovasi produk juga perlu terus dilakukan oleh perajin lokal," kata dia.