Suara.com - Korea Selatan sedang dalam pembicaraan serius dengan Amerika Serikat (AS) untuk menempatkan senjata AS secara strategis di semenanjung Korea. Pernyataan ini diungkapkan oleh salah seorang pejabat militer Korea Selatan pada hari Kamis (7/1/2016).
Respon ini keluar sehari setelah Korea Utara menyatakan berhasil menguji perangkat nuklir hidrogen pada Rabu (6/1/2016).
Korea Selatan juga mengatakan akan melanjutkan siaran propaganda oleh loudspeaker ke Korea Utara dari Jumat (8//1/2016) yang kemungkinan akan membuat marah negara saingannya yang terisolasi tersebut karena nekat melakukan uji coba nuklir keempat.
Namun AS dan para ahli senjata menyuarakan keraguan perangkat nuklir Korea Utara yang diuji pada hari Rabu memang benar adalah adalah bom nuklir hidrogen. Walau demikian. AS berencana untuk memberikan sanksi lebih terhadap untuk Iran yang nakal melanjutkan program nuklirnya.
Tak hanya AS. Tiongkok juga dikabarkan diam-diam merasa marah meskipun selama ini sekutu utama Korea Utara.Sebab Tiongkok tidak diberitahukan terkait uji coba nuklir terbaru Korut. Peristiwa ini menunjukkan sebuah ketegangan baru dalam hubungan mereka.
Kekhawatiran juga muncul dari Jepang. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, setuju dengan Presiden AS Barack Obama dalam pembicaraan telepon bahwa respon global memang diperlukan. Kata pernyataan resmi dari Gedung Putih.
Obama juga berbicara dengan Presiden Park Geun-hye dari Korea Selatan untuk mendiskusikan pilihan.
Seorang pejabat militer Korea Selatan mengatakan kepada Reuters bahwa kedua negara telah membahas penyebaran AS aset strategis di semenanjung Korea di beberapa titik. Namun pejabat bersangkutan menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut.
Setelah Korea Utara terakhir menguji perangkat nuklir, pada tahun 2013, Washington mengirimkan sepasang B-2 pembom siluman berkemampuan nuklir pada sortie atas Korea Selatan dalam unjuk kekuatan. Pada saat itu, Korea Utara merespon dengan mengancam serangan nuklir terhadap Amerika Serikat.
Korea Selatan, secara teknis dalam keadaan perang melawan Korut. Namun Pemerintah Korsel mengatakan pihaknya tidak mempertimbangkan penangkal nuklir sendiri, meskipun mendapat dukungan dari para pemimpin partai yang berkuasa. Amerika Serikat sangat tidak mungkin untuk mengembalikan rudal nuklir taktis itu dihapus dari Korea Selatan pada tahun 1991,kata para ahli.
Uji coba nuklir yang dilakukan Korut adalah "pelanggaran berat" dari perjanjian Agustus oleh kedua negara Korea untuk meredakan ketegangan dan meningkatkan hubungan.
Seorang pejabat keamanan nasional Korea Selatan, Cho Tae-yong, mengatakan dalam sebuah pernyataan. "Militer kami adalah pada keadaan kesiapan penuh, dan jika Korea Utara upah provokasi, akan ada hukuman tegas."
(Reuters)