Suara.com - Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Muhammad Taufik, menganggap tindakan yang dilakukan ibu bernama Yusri Isnaeni (32) dalam melaporkan Gubernur DKI Jakara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Polda Metro Jaya, sebagai sesuatu yang sangat wajar.
Menurut Taufik, setiap warga mempunyai hak untuk melakukan protes, terutama apabila ada yang dianggap salah dalam program yang dijalankan pemerintah.
"Sebagai warga Jakarta (mereka) punya hak mengadu atas apa yang terjadi di lapangan di setiap program Pemerintah Daerah. Jadi semestinya Gubernur harus mau menerima laporan itu, sekali pun pahit. Jangan malah menuduh-nuduh," kata Taufik, di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (7/1/2016).
Terkait laporan tersebut, Taufik mengaku sangat mengapresiasi atas tindakan berani yang dilakukan Yusri atas pencemaran nama baik yang diduga dilakukan Ahok. Dia pun berharap masyarakat tidak takut untuk melaporkan apa pun kepada pihak kepolisian.
"Saya mengapresiasi langkah yang diambil oleh seorang ibu. Ini kan baru satu orang yang berani. Mungkin setelah ini ada yang lain lagi melaporkan Gubernur. Nanti Gubernur kerjanya di sisa waktu ini hanya meladeni pelapor, akibat kerja Gubernur yang banyak menyakitkan orang," kata Taufik.
Taufik menilai, seharusnya Ahok dapat legowo apabila ada masyarakat yang melaporkan mengenai program Pemprov DKI, bukan malah menuduh dan menyalahi masyarakat.
"Iya, itu kan buah dari karyanya Gubernur yang sesuka-sukanya pada orang yang mengadukan masalah, yang justru dianggap salah," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Gubernur DKI Jakarta dilaporkan ibu rumah tangga bernama Yusri Isnaeni (32) ke Polda Metro Jaya. Ahok dilaporkan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik, karena menyebut Yusri dengan kata-kata "maling" saat berniat melaporkan kasus Kartu Jakarta Pintar (KJP).
Kemarin, usai mendampingi Yusri saat dimintai keterangan oleh penyidik, pengacara Feldy Taha mengatakan yakin bahwa penyidik segera memanggil Ahok. Namun sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan bahwa untuk pemanggilan terhadap Ahok masih menunggu perkembangan penanganan kasus.
"Harus dirunut dari awal, kejadian sampai melontarkan kata-kata kurang mengenakan ke korban (Yusri). Kita tunggu untuk soal pemanggilan Ahok," kata Krishna, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (6/1).
Pengamat hukum Choirul Huda mengatakan, dalam kasus ini ada dua konteks yang berbeda. Yang harus ditangani polisi dalam konteks laporan Yusri, menurutnya adalah kasus pencemaran nama baik yang diduga dilakukan Ahok karena melontarkan kata-kata "maling".
"Ada dua konteks yang berbeda. Yang pertama kasus pencemaran nama baik dan fitnah, dan satu lagi penggelapan uang pemerintah. Di situ polisi harus teliti. Untuk kasus ini tidak ada sangkut-pautnya soal penggelapan KJP, tapi bagaimana lontaran kata-kata Ahok sehingga korban membuat laporan," kata Huda.
Huda mengatakan bahwa semua orang sama di mata hukum. Gubernur Ahok tanpa terkecuali, karena dia merupakan bagian dari warga negara.
"Di mata hukum, semua orang sama. Jadi Ahok dalam konteks kasus ini sebagai WNI yang harus taat hukum," kata Huda.
Sebelumnya, Yusri sempat bercerita awal-mula kasusnya. Menurutnya, waktu itu, Kamis (10/12/2015), dia datang ke Balai Kota DKI Jakarta untuk bertanya mengenai KJP yang sulit digunakan.
"Bukan saya ingin melaporkan. Namun, hanya ingin bertanya mengapa KJP dipersulit digunakan. Kemudian, saya belum selesai menanyakan, saya sudah dituduh maling oleh Ahok," kata Yusri.