Suara.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan melaksanakan eksekusi paksa terhadap Yayasan Supersemar jika pada panggilan terakhir pada tanggal 20 Januari 2016 mendatang tidak memenuhi panggilan.
"Panggilan 20 Januari 2016 adalah panggilan terakhir, datang atau tidak datang maka aanmaning dianggap sudah selesai dan ada diambil putusan, maka selanjutnya adalah eksekusi paksa," kata Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/1/2016).
Ia juga menjelaskan menurut hukum acara eksekusi akan berlangsung sekali dan tidak berangsur-angsur.
"Karena ini hukum perdata, maka jika tidak mampu memenuhi kewajiban, akan ditelusuri aset-aset yang dimiliki hingga memenuhi nominal kewajiban yang harus dipenuhi," katanya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menolak permohonan penundaan sidang yang diajukan oleh termohon terkait pelaksanaan putusan hakim atau aanmaning atas perkara Yayasan Supersemar.
"Kuasa termohon eksekusi mengirimkan surat yang isinya adalah memohon agar sidang yang seharusnya dilaksanakan hari ini (Rabu, 6/1) ditunda menjadi tanggal 10 Februari 2016, namun ketua pengadilan menolak dan tetap akan memanggil ulang pada tanggal 20 Januari 2016," kata Made Sutrisna.
Ia juga menegaskan bahwa panggilan pada tanggal 20 Januari 2016 mendatang adalah panggilan terakhir dan tidak ada penundaan lagi.
Sementara itu, dalam Peninjauan Kembali yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada 8 Juli 2015, Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dolar AS dan Rp139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp4,4 triliun dengan kurs saat ini.
Pada tanggal 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Beasiswa Supersemar bersalah menyelewengkan dana dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Hingga saat ini, aset-aset dari Yayasan Supersemar juga belum diketahui secara pasti untuk pelaksanaan eksekusi, AD/ART masih dipelajari lebih lanjut untuk mengambil tindakan uang tepat jika sudah ada putusan. (Antara)