Ketua Umum Golkar Munas Jakarta Agung Laksono meminta Fraksi Golkar dari kubu manapun untuk menunda pembahasan pergantian Ketua DPR. Ketua DPR sebelumnya, Setya Novanto, mengundurkan diri dari jabatannya, di tengah penanganan kasus etikanya di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Dua kubu Golkar yang tengah berseteru mengusulkan masing-masing calonnya untuk pengganti Setya. Dari Golkar Kubu Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie, mengusulkan Ade Komaruddin. Sementara, dari Golkar Kubu Munas Jakarta, mengusulkan Agus Gumiwang.
"Situasi sekarang terjadi kekosongan (kepengurusan), maka usulan calon Ketua DPR dari Golkar supaya ditunda dulu, karena legal standing bermasalah. Untuk anggota dewan agar tidak melakukan langkah keliru," ujar Agung di kediamannya, di Cipinang Cipedak, Jakarta Timur, Selasa (5/1/2016) malam.
Saat ini Golkar mengalami kevakuman kepengurusan. Sebab, Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly mengeluarkan surat keputusan untuk mencabut kepengurusan Golkar Munas Jakarta dan tidak menerbitkan pengesahan Golkar Munas Bali.
Menurut Agung, penundaan penunjukan Ketua DPR itu untuk menghindari kerawanan gugatan. Menurutnya, penunjukan Ketua DPR lebih baik dilakukan setelah ada kepastian dari kepengurusan Golkar yang baru atau setelah Munas yang dia rencanakan dijadwalkan pada Februari 2016.
"Untuk sementara tugasnya bisa diwakilkan Wakil yang lain, kan (Pimpinan DPR) tugasnya kolektif kolegial," kata dia.
Partai Golkar memang saat ini terancam mengalami kevakuman kekuasaan. Pasalnya, sesuai Putusan Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah mencabut SK yang mengesahkan kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono dalam Munas Jakarta tahun lalu. MA memerintahkan Golkar kembali pada kepengurusan Munas Riau tahun 2009.
Masalahnya, kepengurusan Golkar hasil Munas Riau sesuai SK Menkumham terdahulu memiliki masa jabatan yang telah berakhir 31 Desember 2015. Disaat yang sama, Yasonna telah mencabut SK pengesahan Munas Jakarta. Namun Yasonna tak menerbitkan SK pengesahan untuk Munas Bali yang menghasilkan kepengurusan pimpinan Aburizal Bakrie. Akibatnya Golkar kini dianggap tak memiliki legalitas sebagai Partai Politik.