Ketua Umum Golkar Munas Jakarta Agung Laksono mengatakan kesiapannya menggelar Munas untuk mengisi kevakuman kepengurusan Golkar.
Kevakuman ini terjadi pascaputusan Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly yang mencabut surat keputusan pengesahan kepengurusan Golkar Munas Jakarta.
"Itu teknis, kalau itu bisa dicari. Yang penting niatnya," kata Agung di kediamannya, di Cipinang Cipedak, Jakarta Timur, Selasa (5/1/2016) malam.
Menurutnya ini adalah resiko karena pihaknya sudah bersedia untuk menggelar Munas. Namun, dia meminta supaya kesiapan ini tidak ditanggapi sebagai adanya tindakan transaksional.
"Ini resiko. Saya kira nggak ada masalah. Kita nggak ada niatan nepotisme atau transaksional," kata dia.
Agung juga sempat ditanya soal siap tidaknya dia maju dalam Munas ini. Agung mengisyaratkan, dirinya tidak akan maju dalam Munas tersebut.
"Kita lihat nanti, buat saya yang penting ada perubahan," ujar Agung.
Malam ini, di kediaman Agung digelar rapat forum silaturahmi daerah Golkar yang dihadiri dari perwakilan dari 34 DPD I Golkar Se-Indonesia. Hasil rapat yang dimenyetujui untuk segera digelar Musyawarah Nasional (Munas) pada Februari 2017.
Selain melakukan Munas, Forum ini. Juga akan berkirim surat kepada Mahkamah Partai Golkar untuk mencabut surat kepengurusan Golkar Munas Bali.
Sebagaimana diketahui, Partai Golkar memang saat ini terancam mengalami kevakuman kekuasaan. Pasalnya, sesuai Putusan Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah mencabut SK yang mengesahkan kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono dalam Munas Jakarta tahun lalu. MA memerintahkan Golkar kembali pada kepengurusan Munas Riau tahun 2009.
Masalahnya, kepengurusan Golkar hasil Munas Riau sesuai SK Menkumham terdahulu memiliki masa jabatan yang telah berakhir 31 Desember 2015. Disaat yang sama, Yasonna telah mencabut SK pengesahan Munas Jakarta. Namun Yasonna tak menerbitkan SK pengesahan untuk Munas Bali yang menghasilkan kepengurusan pimpinan Aburizal Bakrie. Akibatnya Golkar kini dianggap tak memiliki legalitas sebagai Partai Politik.